Data LANSKAP Terkini, Elektabilitas MOFIQ Tertinggi, Selisih Tipis dengan DETA

ProSumbawa SUMBAWA BESAR, samawarea.com (16 April 2024) – Komunikasi antar elit partai politik dengan para bakal calon untuk Pilkada Sumbawa sudah mulai dilakukan. Tujuannya untuk menemukan kesepahaman dan formula pasangan terbaik, tidak hanya memenuhi syarat administrasi pencalonan, namun yang lebih penting pasangan calon yang akan maju memiliki elektabilitas cukup tinggi dan bisa memenangkan kompetisi Pilkada Sumbawa 2024.


Dari beberapa skenario yang beredar selama ini, konfigurasi politik kian mengerucut. Peta kandidasi Pilkada 2024 kian terang minimal polanya mulai terbaca dan sudah bisa terpetakan, kemungkinan mengarah kepada tiga pasangan, atau lebih.


Ardiyansyah S.IP., M.Si–Dosen Fisip Universitas Samawa (UNSA) yang juga Peneliti LANSKAP yang dimintai tanggapannya, Selasa (16/4), mengakui peta Pilkada Sumbawa yang kian menghangat ini. Dari beberapa skenario calon yang muncul, fokus publik lebih kepada tiga poros yakni Poros Drs. H. Mahmud Abdullah–Abdul Rafiq SH (MOFIQ), dan poros Hj. Dewi Noviany S.Pd., M.Pd – Ir. Talifuddin, M.Si (DETA).


Kemudian poros Haji Syarafuddin Jarot MP yang sampai saat ini belum menentukan bakal pasangan calon. Bisa saja berpasangan dengan beberapa nama kondang seperti H. Lalu Budi Suryata, SP, H. Burhanuddin Jafar Salam SH MH, Sudirman S.IP, Drs, H. Mohammad Ansori ataupun dengan Achmad Fachry. SH. Sejumlah nama tersebut berpotensi digandeng H. Syarafuddin Jarot MP pada Pilkada 2024.
Baca Juga  Jaga Kelestarian Budaya, Mo—Novi akan Tingkatkan Peran LATS

Dikatakan Ardiyansyah, merujuk data survei terakhir dilakukan oleh LANSKAP, berdasarkan simulasi sejumlah nama dan pasangan calon, masih sangat kompetitif. Antar bakal pasangan calon bersaing ketat, meski pasangan MOFIQ masih unggul dibandingkan dengan pasangan lain. Elektabilitas figur pasangan lain cenderung berada di bawah MOFIQ, termasuk DETA namun selisih cukup tipis.


Hasil survey yang menempatkan Haji Mo dengan elektabilitas tertinggi saat ini, dinilai Ardiyansyah cukup wajar. Selain petahana dan memiliki track record politik yang panjang, juga pernah menjadi Wakil Bupati dan Bupati Sumbawa. Pada saat bersamaan ditopang oleh elektabilitas Abdul Rafiq.


Kombinasi kedua figur ini saling melengkapi dan bisa menutup lobang kelemahan elektabilitas dari masing-masing figur. Namun, keunggulan pasangan MOFIQ, masih dalam margin of error. Sehingga selisih antar kandidat kadang beririsan.


“Kalau margin of error itu kan plus minus, ketemu yang satu diminuskan yang satu dipluskan tiga misalnya, itu relatif kadang beririsan. Kendati demikian, saya menilai peta tersebut masih sangat mungkin berubah. Perubahan bisa terjadi tergantung peristiwa politik, isu-isu politik yang in dan hot bagi publik terutama yang berhubungan langsung dengan figur para kandidat calon,” beber Dosen yang baru menyelesaikan disertasi untuk gelar Doktornya ini.


Ardiyansyah mengaku belum bisa memastikan bagaimana dinamika politik ke depan. Satu sisi masih diliputi serba ketidakpastian dan belum sepenuhnya tuntas. Banyak hal-hal yang belum selesai. Mulai poros koalisi hingga pasangan calon bupati maupun wakil bupati. Masih serba dinamis dan mengandung sejuta misteri yang tak bisa ditafsir dengan mudah. Pada sisi lainnya, masing-masing bakal Cabup/Cawabup dan tim sukses sudah harus kerja keras meningkatkan elektabilitas mereka.
Baca Juga  PDIP Sumbawa Siap Pertahankan Jabatan Ketua DPRD

Secara prinsip, lanjut Ardinyansyah, Pilkada merupakan pertaruhan figur Cabup dan Cawabup, bukan pertarungan tim sukses. Jikapun salah satu pasangan memiliki timses yang diisi sejumlah nama besar, hanya sebatas pelengkap. Karena pada kertas suara hanya foto Cabup-Cawabup bukan foto timses.


Kemudian pilkada 2024 tak bisa dilepaskan dari konteks perolehan suara pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 ini. Artinya mesin partai harus dilihat juga sebagai instrumen kemenangan. Nantinya mesin politik masing-masing partai akan diuji siapa yang paling siap dalam memenangkan pasangan Cabup/Cawabup yang mereka usung.


Selanjutnya, yang harus diantisipasi adalah fenomena vote buying atau politik uang. Menurutnya, ini bukan sesuatu yang baru, dan pada tahun 2024 terasa ugal-ugalan dan luar biasa buruknya.


“Pengalaman politik uang saat Pileg 2024 yang lalu, kemungkinan bisa terjadi pada Pilkada, ini yang harus diantisipasi oleh calon dan timses. Akhirnya waktu dan kerja politik yang akan menjawab segalanya,” pungkasnya. (SR)

Post Views: 287


Adblock test (Why?)

Komentar