DISIPLIN POSITIF MULAI DARI RUMAH HINGGA KE SEKOLAH

ProSumbawa Penulis : Nasruddin, S.HI


(Mahasiswa Program Pascasarjana Manajemen Inovasi – Universitas Teknologi Sumbawa)


(Kepala SMP Negeri 2 Buer Kabupaten Sumbawa)


Kata “disiplin” berasal dari bahasa latin yaitu “Discere” yang berarti belajar. Berdasarkan kata tersebut, muncullah kata Disciplina yang mempunyai arti pengajaran atau pelatihan. Dalam bahasa Inggris disiplin yaitu Disciple memiliki arti pengikut atau murid yang berarti mengikuti orang untuk belajar di bawah pengawasan seorang pemimpin. Seiring dengan perkembangan zaman, kata tersebut mengalami perubahan menjadi discipline yang artinya kepatuhan atau yang menyangkut tata tertib. Dalam bahasa indonesia istilah disiplin sering terkait dan menyatu dengan istilah tata tertib dan ketertiban.


Tim Kelompok Kerja Gerakan Disiplin Nasional (1996 :29-30), merumuskan pengertian disiplin sebagai berikut : Disiplin sebagai ketaatan terhadap peraturan dan norma kehidupan masyarakat, berbangsa dan timbul rasa malu terkena sanksi dan rasa takut terhadap Tuhan yang Maha Esa. Perilaku tersebut diikuti berdasarkan keyakinan bahwa hal itu bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat. Pada sisi lain, disiplin adalah alat untuk menciptakan perilaku dan tata tertib manusia sebagai pribadi maupun sebagai kelompok masyarakat. Oleh sebab itu, disiplin disini berarti hukuman atau sanksi yang berbobot mengatur dan mengendalikan perilaku.


Menurut Rachman (1999:168), disiplin adalah upaya mengendalikan diri individu atau masyarakat dalam mengembangkan kepatuhan dan ketaatan terhadap peraturan dan tata tertib berdasarkan dorongan dan kesadaran yang muncul dari dalam hatinya. Dengan kata lain disiplin adalah sikap mentaati peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan di suatu tempat dengan senang hati tanpa pamrih.


Pendapat di atas ditegaskan oleh Hasibuan (2000:193), mengatakan bahwa kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan dan norma-norma yang berlaku. Dari pengertian dan pendapat para ahli tentang disiplin diatas, tentu menguatkan ingatan dan persepsi kita tentang bagaimana seharusnya disiplin dalam implementasinya di lingkungan rumah dan keluarga (masyarakat) serta dilingkungan sekolah (pendidikan).


Di lingkungan rumah dan keluarga, mulai dari kita bangun tidur, sholat, berolahraga, mandi, makan, berangkat ke sekolah dan di sekolah ditekankan lagi kedisiplinan sejak nyampe sekolah, literasi masuk kelas, istirahat hingga masuk lagi dan kemudian pulang sekolah sesuai jadwal yang sudah diatur. Kemudian sampai rumah diatur lagi kegiatannya mulai tidur siang hingga tidur malam semuanya diatur dengan konsep disipilin. Dan penerapan disiplin biasanya disertai dengan hukuman bagi yang melanggar. Tidak jarang orangtua memarahi, menghukum bahkan memukul anak-anaknya karena tidak disiplin. Banyak guru yang memarahi, membentak bahkan tidak jarang sampai memukul atau mencubit siswanya karena tidak disiplin. Tujuannya adalah satu yaitu supaya mereka mau dan bisa disiplin sehingga dengan kedisiplinan itu akan terbentuk pribadi-pribadi yang sukses di masa depan. (itu harapannya).


Tapi tahukah kita bahwa mendisiplinkan anak dengan cara yang keras disertai hukuman dan sanksi justru akan menghasilkan anak yang menjadi arogan dan kaku, atau bahkan menjadi pendendam karena kesalahan kita dalam proses mendisiplinkan itu?. Atau siswa yang pada akhirnya menjadi siswa yang selalu berontak dan selalu melakukan pelanggaran justru akibat kesalahan yang dilakukan dalam usaha untuk mendisiplinkan dikarenakan salah cara dan pendekatan yang dilakukan. Maka dalam konsep disiplin positif kita akan melihat bagaimana kemudian kita melakukan pendekatan pendekatan kepada anak atau siswa atau siapa saja yang menjadi sasaran dalam proses pendisiplinan yang kita harapkan.


Disiplin positif tentu berbeda dengan disiplin biasa. Dan sebagai pendidik yang senantiasa berhadapan dengan peserta didik di sekolah , dengan berbagai macam latar belakang keluarga dan karakteristik lingkungan sosialnya di masyarakat, tentu membutuhkan strategi dan metode guna berhasilnya tujuan kita dalam proses mendisiplinkan peserta didik. Dengan penerapan disiplin positif tentu diharapkan mampu membentuk karakter dan kepribadian siswa menjadi siswa yang bukan hanya patuh dan taat terhadap aturan melainkan lebih daripada itu mereka akan menjadi siswa siswa yang punya sopan santun dan etika dalam berinteraksi di sekolah bersama sesama siswa dan dengan guru serta bagaimana mereka berinteraksi di rumah dan lingkungan social masyarakat.
Baca Juga  Gubernur NTB Ajak Mahasiswa Aktif Berorganisasi

Lalu bagaimana konsep disiplin positif?,
Model disiplin positif didasarkan pada karya milik Alfred Adler dan Rudolf Dreikurs yang menganjurkan agar orang tua bisa mendidik anak dengan hormat dan demokratis. Namun, bukan berarti membiarkan dimanjakan, karena ini akan mengakibatkan pada masalah sosial dan perilaku. Disiplin positif bisa diterapkan dalam menegur atau memberikan hukuman ketika anak melakukan kesalahan. Metode ini tentu akan jauh lebih baik ketimbang mendisiplinkan anak dengan cara memarahi atau memukulnya.


Kriteria disiplin positif
Dikutip dari laman Positive Discipline Association, disiplin positif merupakan model berdasarkan Psikologi Adlerian.  Tak cuma mendidik anak, model psikologi ini bisa digunakan oleh guru, pasangan, pemimpin bisnis, dan masyarakat untuk belajar menciptakan hubungan yang bertanggung jawab, saling menghormati, dan banyak hal dalam komunitas mereka.


Berikut lima kriteria disiplin positif yang perlu di pahami dan bisa langsung diterapkan dirumah:
o Bersikap baik dan tegas.
o Bantu si Kecil membangun rasa memiliki.
o Memiliki pikiran jangka panjang.
o Mengasah keterampilan sosial dan keterampilan hidup.
o Membangun rasa percaya diri si Kecil.


Dalam menerapkan metode disiplin positif, kita bisa ikuti beberapa cara berikut:
1. Berikan Pujian yang Positif


Sebagai orang tua, biasanya Ibu atau Ayah lebih sering fokus pada perilaku buruk anak-anak dan
selalu menyebutkannya. Jika demikian, si Kecil mungkin akan menyadari hal ini dan menjadikannya sebagai cara untuk mendapatkan perhatian Ibu. Kendati demikian, jika si Kecil tumbuh dengan pujian maka mereka akan lebih mudah merasa dicintai dan istimewa. Misalnya pujian sederhana karena anak tidak lagi pilih-pilih makanan, “Wah, Adek hebat loh, semua sayurannya dihabiskan.”


2. Rencanakan Waktu Bersama Tanpa Distraksi
Bicara empat mata dan menghabiskan waktu bersama bisa sangat bermanfaat untuk membangun hubungan yang baik dengan si Kecil. Misalnya, 20 menit sehari atau 5 menit sehari. Ibu dan Ayah bisa memanfaatkan waktu emas ini untuk mengajak anak bermain bersama, bernyanyi, atau membantunya merapikan mainannya sambil bersenda gurau. Agar Ibu lebih fokus pada si Kecil, hindari ponsel, televisi, atau hal-hal lain yang mengganggu.


3. Buat Ekspektasi yang Jelas
Dengan memberitahu si Kecil tentang apa yang ingin mereka lakukan akan jauh lebih efektif, daripada memberi tahu ia hal-hal yang tidak boleh dilakukan. Pasalnya, ketika Ibu meminta si Kecil untuk tidak membuat kekacauan atau menjadi baik, ia belum tentu mengerti apa yang harus dilakukan olehnya. Berikan instruksi yang jelas, seperti “Ayo, ambil semua mainan dan kita masukkan ke dalam kotak!”, ketimbang “Aduh, jangan berantakin terus dong mainannya!”


4. Beri Tahu Tentang Arti Sebuah Konsekuensi 
Konsekuensi merupakan bagian dari tumbuh dewasa. Menentukan hal ini untuk anak menjadi bentuk proses sederhana yang bisa mendorong perilaku si Kecil dan membuatnya menjadi lebih bertanggung jawab. Dalam hal ini, Ibu bisa memberikan kesempatan agar si Kecil melakukan hal yang benar dengan konsekuensi yang jelas terkait perilaku buruknya. Contohnya, bila Ibu memperbolehkan si Kecil mencoret-coret buku gambarnya. Namun, Ibu juga mengingatkan si Kecil untuk berhenti jika jam bermainnya sudah habis dan memintanya membereskan peralatan mewarnainya sendiri. Jika si Kecil tidak berhenti, lantas ikuti konsekuensinya dengan tenang dan tanpa menunjukkan kemarahan. Contoh konsekuensinya, tidak memberikan peralatan mewarnainya di lain waktu, jika si Kecil tidak mau merapikannya kembali. Memberi konsekuensinya merupakan hal penting. Dengan demikian, anak bisa berpikir lebih realistis untuk tidak mengabaikan aturan di lain waktu. Ibu dan Ayah harus konsisten, ya, dalam
menerapkan metode disiplin positif ini.


5. Mengalihkan Perhatian Secara Kreatif
Saat si Kecil sedang kesulitan, sebaiknya Ibu mengalihkan perhatian mereka dengan aktivitas yang lebih positif. Hal ini akan menjadi strategi yang berguna bagi mereka. Ketika Ibu mengalihkan perhatian mereka dengan mengubah topik, memperkenalkan permainan, membawa mereka pergi ke ruangan lain, atau berjalan-jalan maka cara ini bisa berhasil mengalihkan energi mereka ke perilaku yang positif.
Baca Juga  Calon Awardee Program Beasiswa S2 Malaysia Harus Ikut MUET

Lantas bagaimana penerapan disiplin positif di Satuan Pendidikan ?
Nah, untuk kita yang SMP perlu tahu nih, apa itu disiplin positif. Secara umum Disiplin Positif adalah suatu pendekatan untuk menerapkan disiplin dari dalam diri anak tanpa hukuman dan hadiah. Disiplin Positif perlu diterapkan baik dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan sekolah. Dengan menerapkan Disiplin Positif, diharapkan tindak kekerasan dapat dihindari. Pendekatan Disiplin Positif bukan mengenai anak/peserta didik secara langsung, melainkan bagaimana cara orang dewasa yang memberikan dampak dan pengaruh positif kepada anak/peserta didik. Pendekatan Disiplin Positif menitikberatkan pendekatan yang positif tanpa kekerasan, memotivasi, merefleksi kesalahan, menghargai, membangun logika, dan bersifat jangka panjang.


Ada empat tahapan yang perlu dilakukan dalam menerapkan Disiplin Positif. 
Pertama, tahap pengkondisian dimana tahap pengkondisian bisa dilaksanakan dalam beberapa aktivitas, seperti melakukan sosialisasi gerakan Disiplin Positif, fasilitasi pelaksanaan sosialisasi, sosialisasi penerapan positif kepada stakeholder/orang tua,  membuat komitmen bersama dalam bentuk penandatanganan pakta integritas, dan melakukan pemetaan masalah.


Kedua, tahap konsolidasi yang bertujuan untuk menyiapkan daya dukung pelaksanaan Disiplin Positif di sekolah. Beberapa aktivitas yang perlu dilakukan pada tahapan ini yaitu deklarasi bgerakan Disiplin Positif, menyusun mekanisme penanganan, pelatihan substantif penerapan Disiplin Positif, dan lokakarya bagi orang tua.


Ketiga, tahap implementasi Disiplin Positif. Implementasi Disiplin Positif ditandai dengan pembinaan peserta didik oleh pendidik dan tenaga kependidikan dengan saling menghargai dan tanpa hukuman. Penerapan Disiplin Positif dapat dilakukan dengan penerapan Disiplin Positif secara menyeluruh dan diintegrasikan dalam proses belajar mengajar di kelas.


Keempat, tahap keberlanjutan penerapan Disiplin Positif di sekolah. Agar penerapan Disiplin Positif di sekolah bisa dilaksanakan untuk jangka waktu panjang, sekolah bisa melakukan pertemuan kelas, pertemuan evaluasi, monitoring dan evaluasi, penilaian pencapaian.


Konsep dasar Disiplin Positif
Konsep ‘disiplin’ yaitu Segala sesuatu yang dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Disiplin positif bisa diartikan sebagai ‘upaya Memampukan peserta didik untuk memahami dan mengontrol setiap perilaku/Tindakan yang dilakukan agar senantiasa dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab, sebagai bentuk menghormati diri sendiri dan orang lain disekitarnya. Sebagai pendidik, tujuan kita adalah menciptakan anak-anak yang memiliki disiplin diri sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik. Motivasi intrinsik akan berdampak jangka Panjang, tidak dipengaruhi oleh hukuman ataupun hadiah.


Disiplin positif memiliki hubungan dan keterkaitan dengan pembelajaran yang berpihak pada murid, yang mana diharapkan terciptanya sekolah yang aman, nyaman dan menyenangkan. Sehingga terwujudnya peserta didik yang berprofil pelajar pancasila dan berimplikasi pada sifat sifat positif manusia yang merupakan tujuan mulia yang ingin dicapai setiap individu. Nilai nilai kebajikan universal yang kemudian familiar dengan istilah the seven essential virtues (tujuh nilai nilai kebajikan essensial), yaitu Empati, Suara hati, Kontrol diri, Rasa Hormat, Kebaikan, Toleransi dan Keadilan. Kemudian peran kita sebagai guru atau pendidik di sekolah bahkan kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajaran harus menjadi yang terdepan dalam implementasi disiplin positif, sehingga menjadi teladan yang baik bagi peserta didik.


Ada 5 (lima) posisi control yang perlu kita pahami, yaitu :
1. Sebagai Penghukum (bisa menggunakan hukuman fisik atau verbal; mengancam)
2. Sebagai Pembuat Rasa Bersalah (menggunakan Bahasa yang lembut, namun dapat
membuat orang lain merasa tidak nyaman, bersalah, atau rendah diri)
3. Sebagai Teman (mengontrol murid dengan bujukan)
4. Sebagai Pengamat (melandaskan Tindakan pada peraturan dan konsekuensi)
5. Sebagai Manajer (mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya dan
mendukung murid untuk menemukan solusi atas permasalahannya sendiri)


Dimanakah posisi kita saat ini …….???
Dalam menerapkan disiplin positif, guru hendaknya mampu merefleksikan posisi kontrolnya saat ini, bagaimana ia berproses menjadi seorang ‘manajer’ yang menuntun peserta didik untuk menjadi mandiri, merdeka dan bertanggung jawab. (*)

Post Views: 154


Adblock test (Why?)

Komentar