Manusia VS Sampah

ProSumbawa Oleh : FITRAH DANY (Mahasiswa Sekolah Pascasarjana Magister Manajemen Inovasi  Universitas Teknologi Sumbawa)


Perkembangan suatu bangsa dari waktu ke waktu bisa dilihat salah satunya dari berkembangnya kehidupan masyarakat yang mendiami bangsa tersebut. Mulai dari masyarakat di pedesaan sampai ke masyarakat di perkotaan. Seiring dengan perkembangan kehidupan masyarakat, tentu dibarengi dengan semakin meningkatnya kebutuhan serta gaya hidup masyarakat setempat. Hal ini akan sejalan dengan semakin banyaknya kebutuhan konsumsi dalam kehidupan masyarakat.






Sampah merupakan salah satu konsekuensi logis dari meningkatnya kebutuhan dan gaya hidup masyarakat tanpa memandang status sosial yang ada. Karena sampah hadir dari berbagai macam aktivitas masyarakat yang merupakan hasil dari pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Dari waktu ke waktu volume sampah di suatu wilayah, sebut saja di desa akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan apa yang disebut sebagai gaya hidup masyarakatnya. Menurut World Health Organization (WHO) sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Chandra 2007). Undang-Undang Pengelolaan Sampah Nomor 18 tahun 2008 menyatakan sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau dari proses alam yang berbentuk padat (RI 2008).


Tentu tidak sedikit persoalan yang ditimbulkan dari keberadaan sampah — sampah yang dihasilkan dari aktivitas masyarakat ini. Sebelum menjelaskan lebih detail lagi dampak yang ditimbulkan oleh samaph, penulis terlebih dahulu mencoba menjabarkan berbagai macam sampah yang ada di lingkungan sekitar kita, baik di lingkungan perkotaan maupun di pedesaan yang pada umumnya memiliki jenis dan karakteristik yang sama. Macam — macam sampah yang dimaksud seperti sampah organik (sampah alam), sampah anorganik (berupa plastik hasil dari pabrik), sampah industri, sampah pertambangan, dll.


Menengok kehidupan di masyarakat pedesaan yang semakin bervariasi dalam hal pola konsumsi, perubahan gaya hidup, kesadaran akan lingkungan membuat persentasi keberadaan sampah semakin bervariasi pula. Dan yang menjadi sorotan utama penulis dalam tulisan ini ada kesadaran masyarakat serta semua komponen penting di pedesaaan terhadap lingkungan dan keberadaan sampah yang penting penulis rasa sebagai bagian renungan dan pengkajian kita bersama. Permasalahan sampah di setiap desa menjadi barang yang tidak asing lagi kita saksikan meski kadang ada role expectation (masih ada harapan) yang tinggi permasalahan sampah ini bisa teratasi dikemudian hari.


Banyak masyarakat yang sadar akan dampak yang ditimbulkan dari serakan sampah yang ada, tetapi disatu sisi tidak sedikit yang acuh terhadap permasalahan ini. Hal inilah yang membuat penanganan sampah di suatu wilayah tidak maksimal karena tidak adanya kesadaran yang merata mengenai dampak negatif yang ditimbulkan oleh sampah. Fenomena yang sering kita saksikan dari dampak keberadaaan sampah adalah terjadinya banjir, genangan air di selokan yang akhirnya memberikan ruang bagi hidupnya jentik — jentik nyamuk serta berbagai macam serangga yang dapat menyebabkan penyakit, seperti demam berdarah (DBD). Selain itu, sampah menjadi penyumbang nomor wahid bagi ketidak asriannya lingkungan. Tidak sedikit kita melihat sampah berserakan dimana-mana, di pasar, jalan, selokan, sungai, laut dan masih banyak tempat lain lagi yang menjadi tempat primadona bagi sampah.
Baca Juga  IISBUD Sarea Gelar Webinar Nasional, Hadirkan Ketua Bawaslu dan Pengamat Politik

Di daerah pedesaan, ada beberapa titik yang menjadi “pangkalan” wajib sampah dan mungkin tidak akan jauh berbeda situasinya di daerah perkotaan. Pangkalan yang penulis maksud adalah sungai, selokan, dan tepi laut. Ketiga pangkalan ini sangat diminati oleh masyarakat sebagai tempat “pelabuhan” terakhir sampah. Yang menjadi pertanyaannya adalah, apakah mereka tahu dan sadar dampak yang ditimbulkan dari membuang sampah di tempat tersebut? Jawabannya ada pada diri kita masing — masing karena tidak menutup kemungkinan kita adalah salah satu diantara mereka. Fenomena semacam ini semakin hari kian memperihatinkan terjadi terutama di sepanjang bibir pantai yang notabene menjadi salah satu destinasi unggulan pariwisata di daerah kita.


Dalam sebuah koran harian penulis pernah membaca bahwa sampah menjadi salah satu momok yang ditakuti baik oleh pelaku wisata terlebih bagi para wisatawan yang berkunjung ke tempat wisata tersebut. Bagaimana mungkin kesehatan kita akan meningkat jika pola hidup kita tidak sehat, jika kita tidak bersahabat dengan lingkungan. Bagaimana mungkin kita dapat meningkatkan pendatang ke objek wisata kita jika lingkungan tidak bersih, jika kita masih saja asyik berserakan dengan sampah — sampah di jalanan, di selokan, sungai dan laut. Bukankah ada dua hal yang menjadi catatan penting bagi kita sebagai daerah destinasi wisata? Selain keamanan, hal yang dibutuhkan para tamu itu adalah lingkungan yang bersih.


Permasalahan sampah tentu memerlukan penanganan yang serius dan ini membutuhkan peran semua komponen yang ada, bukan hanya masyarakat di kalangan bawah tetapi yang penting adalah peran pemimpin sebagai tauladan bagi setiap warga masyarakatnya. Kita semua dituntut untuk menjalankan peran masing-masing untuk menangani setiap permasalahan yang terjadi, misalnya permasalahan sampah. Apa dan bagaimana seharusnya kita mainkan peran untuk menangani sampah? Penulis akan menguraikan sedikit tentang peran kita ini. Pertama, peran pemimpin sangat berpengaruh karena dianggap sebagai seorang yang bisa memberikan panutan dalam berbagai hal di lingkungannya termasuk masalah sampah. Pemimpin dengan tugas dan wewenangnya diharapkan mampu memberikan regulasi — regulasi yang logis misalnya menyediakan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) yang refresentatif sesuai dengan Undang-undang dan standarisasinya. Selain itu pemimpin juga dituntut untuk menyediakan fasilitas pendukung untuk mendaur ulang sampah, mengolah sampah agar bisa dimanfaatkan kembali.


Nah, apakah cukup dengan peran pemimpin tersebut? Tentu tidak karena semua regulasi dan solusi diatas tidak akan berjalan sesuai harapan jika peran dari masyarakat tidak dimainkan. Masyarakatlah yang mengolah dan memanfaatkan regulasi serta fasilitas yang disiapkan pemimpin itu. Karena kita semua masih berharap sampah ini tidak lagi menjadi momok yang begitu menyeramkan apabila ditangani dengan bijak. Apabila semua solusi yang coba kita tawarkan diatas bisa kita mainkan dengan baik sesuai peran kita masing-masing, maka harapan untuk lingkungan kita yang lebih baik, lebih asri dan bersih itu masih ada serta tidak akan kita dengan lagi alasan dari saudara kita yang berseloroh “ saya tahu buang sampah harus pada tempatnya, tapi tempat itu dimana? Ya saya pilih buang sampah di selokan, sungai, atau laut lah karena tidak ada tempat untuk sampah”.
Baca Juga  Kejurnas Taekwondo Senior, Atlet Sumbawa Raih Perunggu

Merujuk dari segala permasalahan mengenai permasalahan “sampah” di atas tentu membutuhkan perhatian berbagai pihak, tak terkecuali dunia pendidikan yang diharapkan mampu memberikan solusi yang cerdas. Melalui pendidikan lingkungan hidup bagi para peserta didik misalnya sangat penting untuk menumbuhkembangkan jiwa sadar akan lingkungan sekitar, karena pendidikan lingkungan hidup sejak dini dapat menjadi jembatan penghubungan yang meretas sedikit demi sedikit permasalahan sampah yang kita hadapi.


Ada banyak hal baik yang bisa dihasilkan dari pendauran sampah ini. Misalnya, sampah organik berupa dedaunan dengan sumber daya manusia kita yang mumpuni bisa diolah menjadi pupuk organik yang ramah lingkungan dan tidak kalah saing dengan pupuk yang ada. Untuk sampah anorganik, misalnya yang berupa plastik bisa didaur ulang menjadi produk yang bermanfaat seperti membuat tas, miniatur dll. Yang jelas tidak sedikit produk yang baik dihasilkan dari proses pendauran ulang sampah tersebut. Seperti inovasi yang dilakukan pada lingkungan Universitas Teknologi Sumbawa, yakni menyiapkan tempat pembuangan sampah terpadu (TPST). Selain sebagai “terminal sampah” yang ada di lingkungan kampus, TPST UTS ini juga sebagai “pabrik inovasi” daur ulang sampah. Setiap jenis sampah dipisahkan agar memudahkan dalam proses daur ulang, ada sampah plastik sebagai bahan pembuatan paving blok dan kursi ecobrick, sampah organik seperti daun dan sejenisnya dijadikan sebagai bahan pembuatan pupuk kompos untuk lahan pertanian. Hadirnya TPST UTS sebagai salah satu contoh kongkrit peran lingkungan pendidikan tinggi bagi keseimbangan alam.


Terakhir melalui tulisan ini penulis mengajak diri pribadi dan kita semua, mari kita mainkan peran dengan bijak dalam menangani permasalahan sampah di lingkungan kita, seperti ajakan “sampah” yang coba penulis urai dalam bentuk sajak di bawah ini :


“Jalankan peranmu kawan,


celoteh sampah”


kalian itu diciptakan untuk memberi, menjaga serta merawat keseimbangan di muka bumi ini.


apakah kalian tidak sadar terhadap apa yang kalian lakukan kepada kami….


kalian abaikan kami,


kalian biarkan kami tercecer di jalanan,


kalian rendam kami di sungai-sungai itu,


sampai kami dibiarkan berceceran di sudut-sudut kapal nelayan yang parkir indah di tepi pantai itu,


mana kepedulian kalian?


Giliran ada banjir, ada penyakit, selalu saja kami yang menjadi kambing hitamnya,


Kami lelah kawanku….


Kami butuh kepedulianmu itu…


Berdayakan kami, karena banyak hal yang baik jika kami diberdayakan kawan..


Tapi, jika engkau tetap saja acuh kepada kami,


Lihat saja apa yang akan terjadi,

Post Views: 22


Adblock test (Why?)

Komentar