Motif Poligami, Istri Pertama Dihabisi, Suami di Desa Sepayung Divonis 15 Tahun

ProSumbawa SUMBAWA BESAR, samawarea.com (28 Agustus 2023) – AA alias Mad (43) akhirnya divonis 15 tahun penjara. Warga Desa Sepayung Kecamatan Plampang, Kabupaten Sumbawa ini dinyatakan terbukti bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sumbawa melakukan pembunuhan terhadap istrinya. Putusan pengadilan pada persidangan, Senin (28/8/2023) siang ini, sesuai (conform) dengan tuntutan Tim Jaksa Penuntut Umum terdiri dari Hendra S, SH, Rika Ekayanti SH, Vera Yuanika SH dan L.P. Suci Arini SH. Terhadap putusan tersebut, terdakwa Mad langsung menyatakan banding. JPU yang juga Kasi Pidana Umum (Pidum) Kejari Sumbawa, Hendra S, SH yang ditemui usai sidang menyatakan bahwa dakwaan JPU terbukti bahwa terdakwa melanggar pasal 338 KUHP tentang pembunuhan. Hakim menjatuhkan hukuman maksimal terhadap terdakwa sesuai dengan tuntutan JPU. Putusan ini diyakininya, karena terdakwa tidak kooperatif dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan pada persidangan. Selain itu memperhatikan fakta di persidangan bahwa tidak ada pertimbangan yang meringankan terhadap diri terdakwa. Terdakwa tetap membantah menghabisi nyawa istrinya. Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, kata Hendra, bahwa hanya terdawa dan anaknya yang masih berusia 11 tahun yang dapat mengakses masuk ke dalam rumah korban. Sebab tidak ada kerusakan atau tindakan pemaksaan dalam membuka pintu. Apalagi sebelum korban meninggal dunia, kerap cekcok dengan terdakwa sebagaimana keterangan dari anak dan mertua terdakwa. Baca Juga  Polsek Alas Ringkus Kawanan Maling Uang 12 Juta di Truk dan Bobol Warung Motif lainnya adalah poligami. Sebab selain dengan korban Mariam (40), terdakwa menikahi seorang wanita berinisial A yang kemudian istri keduanya ini menjadi saksi meringankan (adhecarge). Demikian dengan hasil otopsi dan keterangan saksi ahli forensik menyatakan bahwa korban meninggal dunia karena kehabisan nafas akibat dicekik. Menurut ahli, tidak mungkin anak korban yang berumur 11 tahun bisa mencekik orang dewasa yang badannya cukup besar. Untuk mencekik korban harus membutuhkan tenaga yang cukup kuat sehingga pelakunya mengarah kepada terdakwa. “Hasil pemeriksaan medis, terdapat bekas cekikan di leher korban. Cekikan itu menggunakan kedua tangan. Ada juga bekas luka benturan di kepala bagian belakang sebelah kanan. Benturan dengan benda tumpul ini kalau mau dispesifikan lagi itu adalah dinding rumah,” ungkap Hendra. Tidak hanya ahli forensic, Hendra juga menyebutkan keterangan ahli psikologi. Dari tiga orang termasu terdakwa, saksi ahli memberikan keterangan hanya terdakwa yang memiliki sifat psikopat yaitu kecenderungan untuk melakukan kekejaman terhadap keluarganya atau orang lain yang bekerja untuk dirinya. “Korban dibunuh saat sholat subuh, karena ketika ditemukan masih lengkap menggunakan mukena,” sambung Hendra. Hal ini berdasarkan dakwaan JPU. Sebelum kejadian, beber Hendra, terdakwa baru saja pulang dari Monta Kabupaten Bima. Saat tiba di rumahnya, waktu subuh pukul 04.30 Wita. Setelah pintu diketuk terdakwa, korban bangun dan membukakan pintu. Terdakwa meminta korban memasak. Tapi korban tidak menjawab melainkan ke belakang berwudhu untuk melaksanakan sholat subuh. Baca Juga  Amankan Pilkada, Ratusan Personil BKO Polda NTB Tiba di Sumbawa Karena permintaannya tidak dituruti, terdakwa kesal lalu masuk ke kamar tempat korban melaksanakan sholat subuh. Saat itulah terdakwa membenturkan kepala korban ke arah dinding kamar yang menyebabkan keretakan pada tulang tengkorak kepala sebelah kanan. Seketika korban jatuh. Selanjutnya terdakwa mengikat kedua tangan korban menggunakan tali pramuka berwarna putih, lalu mencekik leher korban menggunakan tangan kanan, sedangkan tangan kirinya menutup wajah korban menggunakan bantal. Korban pun meninggal dunia karena kehabisan napas. Setelah itu terdakwa keluar kamar dan mengunci pintu kamar, kuncinya dibuang ke dalam bak kamar mandi yang telah berisi air. Terdakwa sempat memastikan korban tidak bernyawa dengan cara memasukan walas (pancing) ke celah pintu untuk menggoyang-goyangkan tubuh korban. Setelah itu terdakwa menuju ke rumah saksi Mek. Lalu mengajak saksi menuju rumahnya meminta untuk membangunkan korban karena pintu kamar terkunci. Padahal di teras rumah terdakwa ada saksi Akbar yang tidur. Karena tidak ada respon, dengan terpaksa saksi Mek mendobrak pintu kamar dan mendapati korban sudah tidak bernyawa. Terdapat bercak darah di bantal dan tangannya dalam kondisi terikat. “Hubungan korban dan terdakwa sudah tidak harmonis. Karena kerap cekcok,” pungkasnya. (SR) Adblock test (Why?)

Komentar