ProSumbawa Oleh: Johan Wahyudi
(Dosen Tetap Prodi Ilmu Politik sekaligus Sekretaris Departemen Politik, Pemerintahan, dan Hubungan Internasional (PPHI), FISIP, Universitas Brawijaya, Malang, asal Sumbawa)
Beberapa bulan terakhir terutama sejak awal tahun 2023, kemunculan bakal calon anggota legislatif (bacaleg) yang akan bertarung pada pemilu legislatif 2024 mendatang sudah terlihat. Mulai dari bakal calon yang akan merebut kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota. Meski belum memasuki masa kampanye resmi, sejumlah bacaleg bahkan telah mengawali “kampanye informal” atau sosialisasi kepada masyarakat terutama melalui media sosial untuk menggaet hati pemilih sejak dini terutama pemilih muda.
Apa yang dilakukan bacaleg dapat dipahami mengingat partai politik maupun peserta pemilu lainnya belum diperbolehkan melakukan aktivitas politik seperti kampanye sebelum jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU. Dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024 disebutkan bahwa masa kampanye pemilu dimulai pada tanggal 28 November 2023 dan berakhir 10 Februari 2024. Jeda waktu sekitar tujuh bulan sebelum memasuki tahapan kampanye Pemilu 2024 membuat calon peserta pemilu memutar otak untuk melakukan sosialisasi di luar jadwal kampanye resmi.
Termasuk para bacaleg di NTB dan Kabupaten Sumbawa. Wacana penerbitan aturan teknis sosialisasi yang dilakukan oleh calon peserta pemilu 2024 di luar jadwal kampanye oleh KPU, nyatanya hingga saat ini belum nampak. Atas dasar itu, para calon peserta pemilu termasuk bacaleg pun mulai melakukan sosialisasi dini untuk mengetuk pintu hati dan memori pemilih. Semua bacaleg berupaya memberdayakan segenap sumber daya yang mereka miliki untuk kepentingan membangun citra sekaligus persepsi di benak pemilik suara, baik melalui pendekatan personal maupun lewat media sosial.
Bagi bacaleg petahana yang akan maju untuk periode selanjutnya melalui partai yang sama, biasanya memanfaatkan keberadaan dana pokok-pokok pikiran (pokir) atau lebih dikenal dengan istilah “dana aspirasi” yang selama ini diterima sebagai sumber daya utama. Harapannya, masyarakat di daerah pemilihan yang mendapatkan manfaat dari dana aspirasi akan tetap setia untuk memilih mereka kembali saat pemilu berikutnya. Bacaleg incumbent relatif lebih mudah membangun persepsi di benak pemilih dengan alasan kerja keras sang calon untuk memperjuangkan aspirasi di dapil telah ditunaikan meski tidak ada jaminan akan terpilih kembali.
Sedikit banyak, inilah keuntungan petahana yang sah-sah saja memanfaatkan privilege tersebut untuk mengonstruksi citra diri sebagai anggota yang telah bekerja keras menjaring harapan konstituen sekaligus memperjuangkannya menjadi bahan saat penyusunan rencana kerja pemerintah daerah. Hasil penjaringan aspirasi nantinya ditindaklanjuti dan diselaraskan dengan program prioritas pembangunan oleh pemerintah daerah melalui program yang ada di dinas-dinas terkait. Optimalisasi dana aspirasi sebagai sumber daya politik kemungkinan besar berhasil apabila tautan politik (political linkage) calon dan masyarakat sebelumnya telah terjalin kuat dan alami.
Baca Juga Galang Dana Bencana Banjir Bima, ini Hasil Satgas Pramuka Kwaran Plampang
Sementara bagi calon selain petahana, semisal yang sebelumnya adalah birokrat, ia akan menjual pengalaman manajerial yang ia miliki saat berkecimpung di birokrasi. Jejak langkah sebagai eksekutor ketika di birokrasi sangat membantu saat menjadi legislator kelak, sebab kemampuan teknokratis sangat penting dalam memahami persoalan rakyat. Pada saat yang sama, calon dengan latar belakang sebagai intelektual juga berusaha mendayagunakan segala kemampuan dan retorika yang dipunyai untuk menarik simpati publik. Berbagai macam upaya dilakukan, misal, melalui kegiatan keagamaan, kegiatan sosial, kegiatan budaya dan lain sebagainya.
Di kesempatan lain, calon dengan background pengusaha atau keluarga pengusaha tentu saja memanfaatkan sumber daya kapital yang dimiliki untuk mengidentifikasi seperti apa dan bagaimana kapital dikonversi menjadi kursi. Walaupun tidak bisa dipungkiri, beberapa studi mencatat potensi terbukanya praktik klientelisme manakala relasi patron-klien terbentuk berbasis sumber daya material.
Setali tiga uang, calon berlatar belakang aktivis juga mencoba meyakinkan publik lewat aktivitas advokasi dan aktivitas sosial lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung, melalui media sosial maupun turun langsung ke rumah-rumah hingga sawah.
Lebih jauh, calon dengan latar belakang profesi-profesi lainnya yang mencoba peruntungan menjadi legislator tahun 2024 juga memaksimalkan segenap sumber daya yang ada demi mengamankan kursi parlemen. Meski belum boleh menggunakan narasi persuasif atau ajakan untuk memilih, tetapi menyampaikan gagasan dan platform perjuangan saat terpilih nanti tidaklah termasuk dalam definisi ketat dari kampanye.
Intinya, apapun sumber daya yang dimiliki harus dimaksimalkan untuk membuat pemilih benar-benar percaya. Kegagalan mengonversi sumber daya menjadi suara sama dengan menutup lembaran impian menjadi wakil rakyat di tahun 2024.
Membidik Pemilih Muda melalui Media Sosial
Selain mengoptimalkan sumber daya, pilihan cara sosialisasi diri bacaleg beberapa waktu terakhir dengan memanfaatkan media sosial untuk menyiasati aktivitas kampanye sebelum jadwal resmi sesuai Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2022 juga menarik dicermati. Hal ini tidak lepas dari penggunaan strategi sosialisasi dengan cara-cara konvensional yang perlahan mulai bergeser ke ruang-ruang digital. Penetrasi internet dan media sosial berpeluang mengubah kecenderungan politik pemilih, terutama pemilih muda. Sedangkan 60 persen dari total pemilih Indonesia pada 2024 diprediksi berasal dari pemilih muda (CSIS, 2023).
Sementara itu, potensi pemilih pemula di NTB pada pemilu 2024 merujuk data dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Pemerintahan Desa, Kependudukan dan Pencatatan Sipil (DPMPD) NTB mencapai 94.557 orang. Data tersebut merupakan data pelajar di 10 kabupaten kota yang berusia 16 tahun pada 2023. Rinciannya di Kabupaten Lombok Barat sebanyak 11.545 pelajar, Lombok Tengah 18.104, Lombok Timur 23.347, Kabupaten Sumbawa 8.619, Dompu sebanyak 5.367, Bima 10.020 orang, Sumbawa Barat sebanyak 2.592, Kabupaten Lombok Utara sebanyak
4.315, Kota Mataram 7.747, dan Kota Bima sebanyak 2.901 orang (AntaraNTB, 1/3/2023).
Baca Juga Peringati Hari Pahlawan, Kapolres dan TAGANA Tabur Bunga di Laut
Bertolak dari dominasi pemilih muda pada pemilu 2024 mendatang, maka dibutuhkan pendekatan yang tepat dari bacaleg untuk mampu meyakinkan pemilih muda agar mau menggunakan suaranya dalam pemilu. Tentu saja, pendekatan lewat media sosial yang dipraktikkan banyak politisi beberapa tahun terakhir merupakan salah satu pilihan tepat. Merujuk hasil studi Ohme (2019), platform media sosial memainkan peran penting dalam mendorong partisipasi politik pemilih terutama pemilih pemula. Hal ini terjadi sebab mereka menghabiskan banyak waktu di
media sosial dan lebih terpapar informasi langsung dari aktor politik melalui media sosial.
Karakteristik pemilih muda yang akrab dengan gawai harus dimanfaatkan oleh para calon untuk membangun popularitas. Artinya, pemilih muda yang semakin sering terpapar informasi terkait kandidat, semakin terbuka peluang kandidat bersangkutan untuk terekam dalam memori mereka. Kenyataan ini didukung oleh temuan riset Center for Strategic and International Studies (CSIS) tahun 2022 yang menunjukkan bagaimana media sosial berfungsi menjadi rujukan informasi utama pemilih muda yang sebelumnya di angka 39,5 persen pada tahun 2018, naik menjadi 59 persen pada tahun 2022 (Fernandes, 2022).
Dengan demikian, bacaleg seharusnya telah mendesain strategi khusus untuk membidik pemilih muda agar mau memilih mereka dalam kontestasi elektoral mendatang. Caranya dengan mengidentifikasi apa saja yang menjadi aspirasi dari pemilih muda. Berbasis keinginan tersebut, bacaleg dan partainya bisa merumuskan program yang menjangkau kebutuhan mereka ke depan. Merujuk temuan survei CSIS tahun 2022 yang menemukan terjadinya peningkatan partisipasi pemilih muda dari 85,9 persen pada pemilu 2014 menjadi 91,3 persen pada pemilu 2019
mengindikasikan bahwa di pemilu 2024 potensi tersebut bakal meningkat dan bahkan menguat.
Oleh sebab itu, bakal calon anggota parlemen yang selama ini telah memanfaatkan media sosial untuk kepentingan sosialisasi diri perlu semakin memperkuat konstruksi imaji diri melalui media sosial agar kian populer di mata pemilih muda. Penggunaan platform media sosial yang relatif populer di kalangan generasi muda NTB dan Sumbawa khususnya, seperti Facebook, Instagram, Tiktok, YouTube, hingga Twitter dapat dimaksimalkan. Di tengah situasi kompetitifnya kontestasi di tiap-tiap dapil, para calon hendaknya menggarap ceruk pemilih muda dengan cara asyik dan kreatif. Hanya dengan cara itu, para calon akan berpeluang untuk terpilih atau tersisih.
Riwayat Hidup Singkat
N a m a : Johan Wahyudi, S. IP., M.A.
Pekerjaan : Dosen Prodi Ilmu Politik, Departemen PPHI, FISIP, Universitas Brawijaya, Malang
Alamat Asal : Dusun Tengah I Desa Tengah RT. 004 / RW. 002 Kecamatan Utan, Kab. Sumbawa
Alamat di Malang : Jln. Joyo Utomo Gang IX Kel. Merjosari RT. 04 / RW. 04, Kec. Lowokwaru, Kota Malang, 65146
Alamat Email : johanwahyudisamawa@gmail.com
Adblock test (Why?)
Komentar
Posting Komentar