Hebat ! Dosen UTS Doktor Ali Masuk Dalam 30 Peneliti Indonesia dan Dunia

ProSumbawa SUMBAWA BESAR, samawarea.com (2 Juli 2022)–Dekan dan Dosen Fakultas Ilmu dan Teknologi Hayati, Universitas Teknologi Sumbawa (UTS), Dr. Ali Budhi Kusuma, S.Si., M.Sc., ALS terpilih dalam 30 Peneliti Indonesia dan dunia. Dosen brilian yang mendapatkan gelar doktornya pada tahun 2020 dari Newcastle University, Inggris dengan spesialisasi riset pada mikrobiologi di lingkungan ekstrem ini, terpilih melalui The Conversation Indonesia (TCID), dengan dukungan dari The David and Lucile Packard Foundation, berkolaborasi dengan pakar internasional untuk mengembangkan program Science Leadership Collaborative. Dalam program ini akademisi dan peneliti dengan kapasitas yang mumpuni diharapkan memiliki kemampuan untuk menciptakan perubahan menjadi sangat penting untuk memengaruhi kebijakan publik dan membantu memastikan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat serta lingkungan. Program tersebut berhasil menjaring 30 peneliti dari berbagai bidang di Indonesia untuk menjalani program pelatihan kepemimpinan selama sembilan bulan ke depan yang diselenggarakan The Conversation Indonesia. Berada dalam Program bertajuk ‘Science Leadership Collaborative’, para peserta akan mengikuti serangkaian lokakarya dari fasilitator dan tokoh-tokoh sains terkemuka dalam dan luar negeri, serta terlibat dalam berbagai kegiatan yang mendorong kolaborasi antar-peserta. Dengan menggunakan metode terdepan dan paling mutakhir untuk mengembangkan para peserta terpilih ini untuk menjadi pemimpin yang lebih efektif dan para ahli yang dapat membentuk masa depan di bidangnya, ekosistem tempatnya bekerja, dan lebih besar lagi yakni masyarakat Indonesia. Untuk diketahui, Doktor Ali telah membentuk Indonesian Center for Extremophile Bioresources and Biotechnology, pusat penelitian mikroorganisme lingkungan ekstrem satu-satunya di Asia Tenggara. Selain itu, ia juga aktif sebagai manajer di Sumbawa Technopark, sebuah kawasan inovasi yang didirikan untuk mendorong penelitian dan pengembangan berkelanjutan di Sumbawa. Baca Juga  Produk GMO untuk Ketahanan Pangan di Era Modern Para peneliti yang menjadi peserta program ini akan merasakan apa yang disebut sebagai kepemimpinan transformasional. Mereka akan belajar berinovasi, mempengaruhi bidang dan komunitasnya, serta memobilisasi sumber daya dan berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan untuk mengatasi berbagai permasalahan kompleks yang tengah dihadapi. Output yang diharapkan dari Doktor Ali dan sejumlah ilmuwan muda Indonesia yang terpilih ini untuk dapat menjadi ilmuwan kelas dunia dengan kapasitas kepemimpinan yang memadai. Hal-hal yang akan peserta dapatkan dari program ini antara lain, mempelajari cara memimpin proyek kompleks yang melibatkan banyak pemangku kepentingan. Mengembangkan stretch goals untuk masa depan pekerjaan dan karirnya. Selain itu mengembangkan kemampuan bernegosiasi, berkolaborasi, dan memimpin, lalu memahami hubungan kritis dan pemangku kepentingan di bidangnya agar peserta dapat bekerja secara efektif, baik dengan rekan kerja maupun pimpinan, dalam rangka mencapai tujuannya. Mempelajari cara memengaruhi sistem pada tataran senior, baik di sektor pemerintahan, perdagangan, maupun penelitian. Kemudian, mempelajari cara mengelola dan mengembangkan profil dalam penelitian nasional dan internasional dengan memahami media sosial dan cara berbicara dengan target audiens, pengalaman praktis yang akan melatih kemampuan presentasi dan moderasi peserta, juga pendampingan dari ilmuwan senior dan pelatih internasional selama program berlangsung. Terpilihnya Ali dalam program The Conversation Indonesia ini karena Ia memenuhi syarat peneliti muda yang dicari. Yaitu, memiliki gelar doktor yang didapatkan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, rekam jejak publikasi ilmiah yang jelas, paten, atau bukti keunggulan dalam empat tema penelitian: ilmu kelautan, perubahan iklim, medis dan kesehatan, dan ketahanan masyarakat. Kemudian afiliasi dengan institusi yang berbasis di Indonesia. Dimana program ini dibiayai penuh dan akan dilaksanakan secara daring selama sembilan bulan (paruh waktu) di Indonesia mulai Juni 2022. Dalam merancang program ini, TCID berkolaborasi dengan CommonThread, CARI!, Fraendi, RQ Genesis, dan FOCI. Baca Juga  Prihatin Tingginya Kasus Kekerasan Anak, IISBUD, Dinas P2KBP3A dan LPA Teken MoU Common Thread sendiri adalah pakar pelatihan eksekutif, fasilitasi, dan pengembangan organisasi dengan pengalaman kolektif selama lebih dari 30 tahun. Jaringan rekanan dan klien mereka tersebar di berbagai negara di Asia, Australia, dan Eropa. Tak jauh berbeda, Fraendi dan RQ Genesis merupakan fasilitator kelas dunia dan pakar dalam pengembangan berbagai kapasitas individu dan organisasi, mulai dari kepemimpinan, kompleksitas berpikir, intervensi sistem, tim dan organisasi, sampai dengan proyek-proyek inovasi. Keduanya memiliki pengalaman kolektif selama puluhan tahun dan telah bekerja bersama berbagai organisasi global seperti Philips Healthcare, The European Commission, Accenture, McKinsey, Shell, HSBC, dan Vodafone. CARI! adalah perusahaan rintisan Indonesia dengan spesialisasi pada manajemen risiko bencana, analisis risiko & ketahanan dan wawasan berdasarkan penelitian yang terbukti secara ilmiah dan dipublikasikan. Sedangkan FOCI merupakan organisasi non-profit yang bergerak di bidang komunikasi, dengan puluhan tahun pengalaman dalam perumusan strategi komunikasi, layanan kreatif, serta desain dan manajemen kegiatan. FOCI telah bekerja sama dengan berbagai organisasi. Beberapa di antaranya adalah The Asia Foundation, Australian Aid, UNESCO-Jakarta, dan Canadian International Development Agency. Menyambut kabar baik ini, Rektor UTS Chairul Hudaya, Ph.D menyampaikan apresiasi atas pencapaian dan prestasi yang diraih Dr. Ali. “Suatu kebanggaan bagi kami UTS mengetahui bahwa salah satu Dosen sekaligus Dekan kami berhasil masuk dalam daftar 30 peneliti hebat dunia. Selamat kepada Dr. Ali, ini merupakan hal hebat yang akan sangat bermanfaat bagi dunia pendidikan kita secara khusus. Kami bangga,” cetusnya. (SR) Post Views: 183 Adblock test (Why?)

Komentar