ProSumbawa Oleh: Shafwan Amrullah, S.T., M.Eng.
(Dosen Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Universitas Teknologi Sumbawa dan Ketua Peneliti Rinjani Institute)
Saat ini, Dunia mengalami berbagai macam krisis berat, mulai dari pangan hingga energi. Krisis ini terjadi tentu saja diakibatkan karena adanya permasalahan suplly yang tidak teratur hingga sumber yang makin menipis. Hal mendasar yang memberikan dampak negatif terhadap keterbatasan ini adalah penggunaan sumber energi satu kali pakai atau yang tidak bisa diperbaharui, seperti misalnya energi yang bersumber dari minyak disel yang saat ini terus digunakan. Minyak disel pada saat ini memang merupakan sumber energi yang paling mudah digunakan, sekaligus dapat dibeli dengan harga murah, namun dampak yang ditimbulkan terutama dalam bidang pencemaran lingkungan begitu besar dan massive.
Selain minyak disel, penggunaan batu bara merupakan salah satu yang terbesar dalam hal pembangkitan listrik, terutama Pembangkitan Listrik Tenaga Uap. Di Indonesia sendiri, dengan adanya Mega Proyek 35.000 Mega Watt (MW), salah satu sumber energi terbesar yang digunakan dalam menghasilkan listrik adalah batu bara. Diketahuai bahwa batu bara tentu saja memiliki efek yang sangat buruk bagi lingkungan, yaitu dihasilkannya gas rumah kaca seperti CO, COx, NOx, dan SOx. Adanya dampak seperti itu, membuat energi dari batu bara sangat dihindari, terutama oleh negara-negara maju di dunia.
Saat ini, solusi yang terus dikembangkan oleh sebagian besar negara di dunia adalah dengan memberdayakan energi alternatif yang ramah lingkungan, salah satunya adalah penggunaan energi terbarukan bertenaga air. Teknik ini biasa diberi nama Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). PLTA pada dasarnya menggunakan energi kenetik dan potensial air untuk menghasilkan energi listrik, dimana dengan memanfaatkan energi kenetik dan potensial dapat dihasilkan putaran turbin yang telah didesign sedemikian rupa, sehingga turbin dapat memutar generator yang merupakan otak dari produsen listrik untuk konsumsi sehari-hari. Semakin besar energi kenetik dan potensial yang ada, maka semakin besar energi listrik yang dihasilkan. Adanya linieritas persamaan ini menyebabkan terjadi masalah yang cukup mendasar, yaitu perlu adanya kecepatan dan ketinggian jatuhnya air jika ingin menghasilkan listrik yang baik.
Namun dengan berkembangnya teknologi, telah diciptakan teknologi mutakhir yang dapat menyelesaikan masalah ini. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan energi air dengan tipe mikro hidro atau yang sering disebut dengan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH). Penggunaan PLTMH ini sangat diperlukan terutama pada daerah dengan aliran sungai yang tidak terlalu besar dan juga debit yang kecil. Salah satunya pada daerah pedesaan. Sehingga dengan begitu, PLTMH merupakan salah satu solusi penggunaan PLTA di daerah pedesaan di plosok Indonesia.
Baca Juga Polisi Brunei Nyatakan Mariani Gantung Diri
Pedesaan sendiri diketahui merupakan komponen dalam sebuah negara yang notabene berada pada daerah terdalam dari sebuah negara. Selain lokasinya, desa juga dikenal dengan produsen pangan utama dari sebuah bangsa. Indonesia sendiri memiliki ribuan desa di seluruh Wilayahnya. Pengembangan desapun telah dicanangkan bertahun-tahun oleh Indonesia, mulai dari pembangunan sosial, ekonomi, dan juga ekologi yang berkelanjutan sebagai implementasi terhadap program kemandiriannya. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 2 Tahun 2016 tentang Indeks Desa Membangun. Peraturan tersebut menjabarkan bahwa yang dimaksud dengan desa mandiri atau desa sembada adalah desa maju yang memiliki kemampuan melaksanakan pembangunan desa.
Adanya peraturan ini tidak serta merta membuat desa-desa di Indonesia mendapatkan predikat desa mandiri, hal ini tentu saja disebabkan karena kurangnya sumber daya manusia yang unggul terutama dalam hal enegi listrik, dimana energi listrik merupakan hal paling fital dalam menjalankan bisnis pedesaan, seprti pencahayaan hingga mekanisasi pertanian. Sehingga dengan adanya penggunaan teknologi PLTMH ini dapat menjadi solusi penggantian energi listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PNL) yang saat ini masih tidak dapat menjangkau seluruh pedesaan di Indonesia.
Di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) sendiri suplai listrik belum dapat menjamah seluruh wilayahnya. Sehingg energi terbarukan seperti PLTMH sangat penting dikembangkan dan digunakan. Selain sebagai sumber energi terbarukan, PLTMH di wilaya Provinsi NTB sebagai solusi untuk mengurangi produksi karbon hasil pembakaran batu bara, dimana di NTB sendiri memiliki 3-4 Pembangkit Listrik Tenaga Uap dengan bahan baku batu bara. Adanya potensi penggunaan PLTMH di wilayah Provinsi NTB ini perlu didukung oleh semua pihak, terutama para ilmuan yang bergerak di bidang energi dan lingkungan.
Shafwan Amrullah, S.T., M.Eng. yang merupakan ilmuan yang berasal dari Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Unviversitas Teknologi Sumbawa yang sekaligus menjabat sebagai Ketua Peneliti langkungan di Rinjani Institute melakukan perhitungan dan perancangan khusus PLTMH yang dapat digunakan di seluruh wilayah desa di NTB. Penelitian ini juga dilakukan atas dukungan kemungkinan realisasi yang pasti, dimana adanya dana penunjang kemandirian desa, yaitu pemerintah saat ini telah menggontorkan dana yang cukup banyak sebagai implementasi dari kebijakan utama dari UU No 6/2014 tentang Desa. Dimana, dari kebijakan tersebut saat ini berupa pemberian dana desa dengan jumlah Rp 800.000.000 hingga Rp 1,4 Milyar per desa pertahunnya.
Baca Juga Operasional Travel Disinyalir Melanggar Aturan
Shafwan dengan sumber daya yang ada melakukan pengukuran awal berupa pengukuran debit air. Debit air diukur secara manual dengan cara mengukur luas penampang air yang melewati sungai serta mengukur kecepatan air. Dengan mengetahui debit air yang ada di sungai utama, dapat memberikan rekomendasi pembangkitan listrik tenaga air yang bisa diaplikasikan. Dari hasil pengamatan, data air yang diambil dari sungai memperlihatkan rata-rata debit air sungai kecil di pedesaan Provinsi NTB adalah sekitar 0,189 m3/detik. Data ini didapatkan dari kecepatan air yang didapatkan adalah 0,5 m/s, dengan tinggi basah sungai 0,16 m, dan lebar sungai rata-rata 2,43 m. Sungai di pintu air setiap bendungan yang ada di NTB dapat menggunakan turbin air sekala kecil. Misalkan turbin air jenis poros vertikal tipe savonius. Dimana dengan kecepatan air sebesar 0,57 m/detik akan menghasilkan putaran turbin sebesar 82 rpm dengan daya yang dapat dibangkitkan sebesar 0,42 Watt-jam (0,3024 kWh).
Selain itu, pada penelitian yang lain, dengan debit air sebesar 0,5-50 m3/s dapat dimanfaatkan pembangkit listrik tenaga air jenis Kaplan Turbine dengan syarat head air minimal 3 sampai 55 m. Dengan menggunakan kaplan turbine, dapat dibangkitkan listrik dengan daya sebesar 248,6 kWh pada debit air 21 m3/s. Sehingga dengan debit sebesar 0,189 m3/detik kemungkinan daya yang dapat dibangkitkan adalah 2,2194 kWh. Sehingga dengan adanya hasil perhitungan ini, PLTMH dengan jenis kaplan turbin ini dapat mensuplai setidaknya 10-20% kebutuhan listrik di setiap pedesaan di NTB. Hal ini perlu direalisasikan dan dikembangkan oleh desa terutama di provinsi NTB sebagai solusi masa depan untuk mengatasi masalah energi dan lingkungan. Seperti yang telah dilakukan oleh negara-negara maju sekalipun, energi mikro hidro adalah solusi utama dalam mengatasi kelangkaan sumber energi fosil yang notabene sebagai sumber awal pembangkitan listrik pedesaan. (*)
Adblock test (Why?)
Komentar
Posting Komentar