Misteri Gunung Tambora Kabupaten Dompu NTB

ProSumbawa Tiga Kombinasi Alam Doroncanga (Gunung, Padang Savana, dan Laut) Jarang Ditemukan di Dunia Oleh: Dosen Program Studi Peternakan  Fakultas Ilmu dan Teknologi Hayati PENDAPAT PARA AHLI SEJARAH Sejarahwan Prof. Drs. H. Helius Sjamsuddin, M.A., Ph.D asal Dompu kakak kandung dari Prof. Chairussyhur Arman, M.Sc., Ph.D dosen Fakultas Peternakan Universitas Mataram – UNRAM yang pertama kali telah meneliti kerbau lumpur  di Dompu  dalam bahasa Bima Dompu adalah “sahe” Doro Ncanga yang selama ini belum dilakukan penelitian. Sejarahwan Prof. Helius Sjamsuddin asal Dompu dalam artikelnya  “Letusan Tambora Dampak Lokal Dan Global” menyebut setelah letusan dahsyat Tambora, wilayah itu menjadi The Blessing In Disquess atau rahmat Tuhan Yang Tersembunyi bagi kerajaan di sekitarnya. Pemerintah Hindia Belanda membagi wilayah kerajaan Pekat dan Tambora yang tidak lagi berpenghuni. Wilayah Pekat di sebelah selatan dan sebagian barat diberikan kepada kerajaan Dompu. Wilayah Tambora sebagian di sebelah barat dan utara diserahkan kepada kerajaan Sanggar Tambora dan Pekat meniti peradaban baru. Wilayah dua kerajaan itu telah dimiliki kerajaan tetangganya, Dompu dan Sanggar. Hendric Zolinger melakukan pendakian Tambora pada tahun 1854. Dia adalah pendaki pertama setelah 39 tahun Tambora meletus dahsyat. Pada perkembangan selanjutnya, kondisi politik sosial dan budaya di kawasan Sumbawa Timur berubah. Pada tahun 1926 kerajaan Sanggar bergabung dengan kerajaan Bima. Wilayah Manggarai pun lepas dari pangkuan Bima setelah lebih dari 4 Abad Manggarai menjadi bagian dari wilayah Bima. Bergabungnya kerajaan Sanggar dengan Bima membawa dampak bagi meluasnya wilayah kerajaan Bima ke sebelah barat yang melewati kerajaan Dompu. Seluruh wilayah kerajaan Sanggar menjadi bagian dari wilayah kerajaan Bima, termasuk Tambora. Pada tahun 1934, Dompu pun digabungkan dengan Bima. Sultan Sirajuddin (Manuru Kupa) dibuang ke Kupang. Dompu dijadikan dua kejenilian yaitu Kejenelian Dompu dan Kempo. Dengan adanya penggabungan ini secara otomatis seluruh wilayah Dompu dan Sanggar masuk dalam wilayah Kerajaan Bima. Pada tahun 194, Dompu meminta otonomi dari kesultanan Bima. Permintaan itu dikabulkan. Cucu Manuru Kupa yaitu Sultan Tadjul Arifin Sirajuddin dilantik sebagai sultan Dompu dan menjadi Bupati Dompu pertama pada tanggal 12 September 1947. Mantan Bupati Dompu H. Abubakar Ahmad, SH sapaannya Ompu Beko  memiliki komitmen yang kuat bahwa pembahasan hari jadi Dompu mampu  mengundang sejarawan asal Dompu yang tinggal di Bandung Prof Helius Syamsuddin., MA untuk mempresentasekan tentang sejarah Dompu. Didampingi dua budayawan Dompu El Hayat Ong dan M Chaidir yang juga adik kandung Prof Helius Syamsuddin melakukan presentase tentang sejarah Dompu. Prof Helius Sjamsuddin lebih tertarik kepada sebuah bencana yang luar biasa dahsyatnya yang tidak saja meluluh lantahkan kerajaan Dompu dan sekitarnya tetapi juga bencana yang meluluh lantahkan peradaban dunia dengan letusan gunung Tambora yang terjadi 11 april 1815. Akibat letusan itu tidak hanya beberapa kerajaan seperti kerajaan Pekat, Tambora dan Sanggar yang lenyap ditelan bumi, tetapi juga mempengaruhi iklim dunia, dimana-mana terjadi gagal panen yang menyebabkan kelaparan, di Eropa beberapa musim panas tidak ada karena tertutup kabut, bahkan tercatat bala tentara Napoleon kalah perang akibat dipengaruhi letusan gunung Tambora. Prof. Helius Syamsuddin memandang bencana itu sebagai tonggak sejarah, karena pasca letusan masyarakat Dompu kembali membangun peradabanya sebagai kehidupan yang baru. Tampaknya pandangan sejarahwan Helius bisa diterima oleh berbagai elemen, diterima karena dianggap sebagai jalan tengah dan diterima karena elit-elit didaerah dan berbagai komponen sudah sangat lelah membahas, menelurusi, mendiskusikan tentang hari kelahiran Dompu. Letusan gunung Tambora merupakan letusan yang paling dasyat di dunia bencana yang mengharu biru, tetapi letusan itu telah meninggalkan sejarah yang menggemparkan dunia, puluhan, ratusan bahkan jutaan tahun kedepan sejarah letusan Tambora akan menjadi emas bagi anak cucu kita. Dari hasil identifikasi dilapangan bahwa hamparan savana yang ada di kawasan Doro Ncanga rupanya menampilkan suatu pemandangan indah dan unik sera menawan. Bahkan pemandangan yang tampak di kawasan tersebut membuatnya memiliki suasana yang mirip dengan suasana savana tepatnya di Benua Afrika. Tentunya suasanaya yang ada pada savana di NTB ini bisa membuat siapa saja yang melihatnya terpukau dan bahkan seolah merasa berada di savana Afrika. Di tempat ini pula wisatawan yang berkunjung bisa melihat banyak hewan liar yang seolah menjadi suguhan pemandangan indah. Baca Juga  Wagub NTB Nyatakan Film “Matahari Matahari” Sangat Menginspirasi Di Doro Ncanga pengunjung bisa melihat banyaknya ternak yang dilepas secara liar, sehingga seluruh ternak tersebut bisa dengan bebas dan leluasa berkeliaran mencari makan. Berbagai hewan peliharaan seperti halnya kerbau dan kuda rupanya memiliki keunikan tersendiri yaitu adanya tanda atau simbol yang memang secara sengaja dicetak di badan hewan oleh pemiliknya. Hal ini bertujuan agar hewan ternak yang berkeliaran mencari makan nantinya tidak akan sampai tertukar dan bahkan hilang karena sudah diberi simbol. SAVANA DORONCANGA, HABITAT TERNAK DI KAKI GUNUNG TAMBORA Tahun 1815 ada erupsi yang luar biasa dalam sejarah vulkanik dunia yaitu letusan Gunung Tambora, ini merupakan letusan kedua terbesar setelah Gunung Toba. Efek letusan tersebut mengglobal, suhu global saat terjadi letusan turun hingga dua derajat. Bahkan konon, kekalahan Napoleon saat berperang dengan Rusia akibat letusan Gunung Tambora. Gunung Tambora menjadi memori kognitif bagi masyarakat dunia. Pemerintah Provinsi NTB ini ingin mengungkit memori tersebut untuk momentum pengembangan pariwisata di NTB. Sebagaimana diketahui bahwa Nusa Tenggara Barat secara nasional berperan strategis sebagai sumber bibit dan ternak potong nasional. Kontribusi NTB dalam penyediaan bibit khusus ternak Sapi rata-rata 12 ribu ekor pertahun untuk kebutuhan 18 provinsi se Indonesia. Peran strategis lainnya peternakan dalam pembangunan daerah di NTB diantaranya adalah: Sumber pendapatan sebagaian besar masyarakat pedesaan, tabungan masyarakat untuk membiayai kebutuhan rumah tangga seperti ongkos naik haji, biaya pendidikan dan lain-lain, penyediaan protein hewani yang sangat berguna bagi kesehatan, kecerdasan dan pencegahan dari gizi buruk, penyediaan lapangan kerja dan lapangan usaha bagi masyarakat, pelestarian lingkungan berupa sumber energi gas bio dan pupuk organik serta menghasilkan bahan baku industri pengolahan industri rakyat. Padang Savana Doroncanga merupakan salah satu destinasi unggulan yang terletak sebelah selatan kaki Gunung Tambora, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB). Di padang savana ini wisatawan ditawarkan pemandangan yang menarik, salah satunya hewan ternak yang dilepas liar oleh pemiliknya. Tambora memang tiada habisnya. Salah satu yang menarik untuk dibahas adalah tentang pemanfaatan padang savana oleh pemilik ternak. Padang savana di kaki Gunung Tambora merupakan satu-satunya lokasi terbesar untuk pelepasan hewan sapi capi, kerbau sahe, dan kuda jara di Provinsi NTB. Di sini wisatawan bisa melihat berbagai jenis hewan ternak mulai dari sapi, kerbau, kuda, dan kambing, walaupun didominasi oleh sapi. Cara pengembangbiakan hewan ternak di padang savana Doro Ncanga  cukup unik. Hewan-hewan ternak dilepas di padang savana yang begitu luas tanpa takut tertukar atau hilang.  Para hewan ternak ini ditandai dengan diberi simbol, dicetak di badannya sesuai dengan ketentuan pemiliknya.  Hal ini tentu berbeda dengan daerah di Pulau Jawa, di mana hewan ternak dikandangi dan diikat. Namun, di tempat ini hewan dilepas agar bisa mencari makanan yang disukai di alam. Hasil penelitian (Husni, 2016-2018) menggambarkan bahwa kerbau sahe (Bubalus bubalis) merupakan salah satu ternak ruminansia besar yang memiliki kontribusi yang cukup penting dalam pembangunan peternakan nasional. Kerbau lokal memiliki keunggulan tersendiri untuk dikembangkan karena dapat bertahan hidup dengan pakan berkualitas rendah, toleran terhadap parasit tropis serta keberadaannya telah menyatu dengan kehidupan petani di pedesaan. Kerbau yang begitu lama berkembang dan dipelihara pada agroekosistem spesifik tersebut mengalami proses seleksi alami sehingga menghasilkan tipe kerbau spesifik lokal. Oleh sebab itu, kerbau merupakan sumber gen yang khas dalam perbaikan mutu genetik, mendukung keragaman pangan pertanian, dan budaya serta efektif dalam mencapai tujuan keamanan pangan. Kerbau telah lama dikenal oleh masyarakat yang umumnya ditemukan di daerah persawahan, rawa, dan sungai. Ternak ini mempunyai peran dan fungsi strategis bagi sebagian masyarakat. Di Kabupaten Dompu, populasi kerbau sebagian besar terkonsentrasi di padang sabana Doro Ncanga kawasan Tambora. Di padang ini umumnya kerbau dipelihara secara ekstensif dan keberadaanya jauh lebih dahulu dari pada ternak sapi. Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui tingkah laku makan dan tingkah laku berkubang kerbau lumpur di padang sabana Doro Ncanga Kabupaten Dompu NTB. Baca Juga  Salut, Tim PKM UNSA Sukses ke PIMNAS Kerbau lumpur (Bubalus bubalis) dalam bahasa Bima – Dompu sering disebut “Sahe” merupakan plasma nutfah Kabupaten Dompu Nusa Tenggara Barat. Kerbau memiliki ciri spesifik berupa tanduk/wanga yang melingkar kebelakang, panjang kesamping, melengkung ke atas, melengkung kebawah/mboko, melengkung ke samping, warna abu-abu coklat, hitam dan romba, bentuk tubuh yang gempal padat dan berisi yang membuktikan bahwa kerbau sahe  mampu mengubah pakan yang berkualitas rendah, toleran terhadap parasit tropis serta keberadaannya telah menyatu dengan kehidupan petani di pedesaan. Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia besar yang memiliki kontribusi yang cukup penting dalam pembangunan peternakan nasional. Kerbau merupakan sumber gen. Kerbau telah lama dikenal oleh masyarakat yang umumnya ditemukan di daerah persawahan, rawa, dan sungai. Ternak ini mempunyai peran dan fungsi strategis bagi sebagian masyarakat. Secara umum aktivitas kerbau lumpur Doro Ncanga di padang sabana kawasan Tambora dijumpai prilaku/fisiologi alami dari kelompok habitatnya, dan Kerbau lebih suka berendam badannya dilumpur dan di air. Kerbau pada umumnya dipelihara secara turun temurun dengan sistem pemeliharaan tradisional dengan kualitas pakan seadanya dari sekitarnya. SAAT HEWAN-HEWAN TERNAK JADI KORBAN DI KAKI GUNUNG TAMBORA Erupsi Gunung Tambora tak hanya memberi dampak pada masyarakat. Namun, bencana ini juga berdampak pada hewan ternak yang kelaparan hingga terjebak abu vulkanik dari ratusan tahun yang lalu. Salah satunya Padang Savana Doro Ncanga di Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB). Hamparan savana membentang indah. Nuansanya mirip seperti Afrika. Saking indahnya Doro Ncanga pun menjadi tempat dilaksanakannya puncak acara Festival Pesona Tambora 2019. “Soal pesona NTB memang jagonya. Daerah ini memiliki destinasi petualangan yang menakjubkan. Seperti halnya Doro Ncanga yang suasananya mirip dengan suasana padang savana di benua Afrika. PADANG PENGGEMBALAAN SEBAGAI PELEPASAN TERNAK Padang rumput hijau kekuningan membentang sejauh mata memandang. Gunung Tambora yang menjulang di utara dan garis pantai Teluk Saleh yang melandai di selatan adalah pagarnya. Di padang penggembalaan bernama Doro Ncanga itulah, ribuan ternak Pulau Sumbawa dilepaskan. Jalur beraspal mulus itu membelah sabana Doro Ncanga. Sistem pemeliharaan kerbau sahe di Kabupaten Dompu dipelihara dengan cara semi intensif dan intensif yang bersifat tradisional dan masih merupakan peternakan rakyat yang potensial untuk dikembangkan. Hal ini didukung oleh kondisi lingkungan di Kabupaten Dompu yang cocok, ketersediaan limbah hasil pertanian melimpah, jenis pekerjaan masih didominasi dari sektor pertanian dan budaya masyarakat dalam memelihara kerbau masih turun-temurun. MENYELAMATKAN KERBAU LUMPUR DI DOMPU  DARI KEPUNAHAN Ada satu fauna endemik di Kabupaten Dompu yaitu kerbau lumpur  sahe (swamp buffalo), satu dari dua golongan besar kerbau yang ada di dunia, selain kerbau sungai (river buffalo). Kerbau lumpur  di Dompu  ini sebagai sumber daya genetik (SDG) ternak lokal Indonesia. Hewan ini bernama ilmiah Bubalus bubalis ini sesuai ciri khasnya mampu bertahan hidup di daerah yang kering dan panas. Kerbau/ sahe  ini sering dijumpai daerah persawahan tolo, kebun nggaro, gunung  doro dan di padang penggembalaan lar atau so. Di masa pemerintahan H. Abubakar Ahmad, SH mantan bupati  Dompu menempatkan kerbau-kerbau tersebut di kawasan Doro Ncanga sebagai pelepasan yang kaya akan makanan alami berupa rumput hijau. Menurut Prof. Chairussyuhur Arman., M.Sc., Ph.D bersama-sama yang menliti kerbau lumpur  dari Universitas Mataram, secara visual hewan ternak ini terlihat memiliki kekerabatan dengan kerbau rawa, jenis lumpur  ini adalah jenis kerbau rawa unggul dengan ciri khas garis chevrons, yaitu terdapat warna putih terang di bawah leher membentuk setengah lingkaran atau seperti bulan sabit. Kerbau lumpur hasil penelitian saya bahwa sistem pemeliharaan masih bersifat tradisional dipelihara di padang rumput alam, sehingga memiliki perilaku makan (feeding behavior) yang khas karena dibentuk oleh lingkungannya. Terutama mampu berkubang dari jam 9 pagi sampai sore jam 15: 30 wita. (*) Adblock test (Why?)

Komentar