Kuburan “Wali” yang Misteri, Tetap Bersih Tanpa Penjaga

ProSumbawa Wisata Syariah Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Sumbawa SUMBAWA BESAR, samawarea.com (27 Oktober 2021) Dua makam berdampingan tampak bersih dan terawat. Meski berada di tengah rimbunan pohon jati namun tak sehelai daun pun jatuh di atas makam tersebut. Daun-daun jati kering justru berkumpul rapi mengelilingi pinggiran halaman makam seluas 36 meter persegi yang berbentuk bujur sangkar. Siapapun heran melihat kondisi makam yang bersih. Sebab tidak ada yang merawat ataupun membersihkan makam yang diperkirakan sudah berumur ratusan tahun ini. Bukan hanya makamnya yang bersih, tapi batu makam tanah sederhana yang mengelilinginya, terlihat masih baru. Dua makam ini terletak di lahan perkebunan seluas 10 hektar, wilayah Desa Semamung, Kecamatan Moyo Hulu, Kabupaten Sumbawa. Untuk mencapai makam ini tidak terlalu jauh. Jarak dari rumah kebun ke makam tak sampai 100 meter. Namun harus sedikit berusaha untuk mendaki karena area makam berada di atas bukit. Tidak ada penjaga. Tapi makam yang berada di hamparan rata, cukup tertata rapi. Batu-batu disusun teratur mengelilingi area makam. Nisannya pun terbuat dari batu polos, tanpa nama dan ukiran, atau penanda yang menjadi identitas makam. Semua serba misteri. Tak banyak yang mengetahui keberadaan makam ini. Dan tak satupun warga Semamung Moyo Hulu termasuk yang berumur paling tua di desa tersebut mengetahui siapa yang dikuburkan di makam itu. Tak terkecuali pemilik lahan, Drs. H. Hasan Basri MM yang kini menjabat sebagai Sekda Sumbawa. Bahkan kakek dan orang tuanya pun juga tidak mengetahuinya. Baca Juga  Setahun Pemerintahan Husni-Mo, Butuh Kerja Keras Justru, makam ini lebih dikenal oleh orang dari luar Kabupaten Sumbawa. Buktinya, beberapa bulan lalu, ada sekelompok orang tak dikenal datang berziarah. Mereka sepertinya sangat mengenali lokasi makam ini. Bukan hanya berziarah, mereka terlihat membawa kambing, ayam dan ternak lainnya untuk disembelih di makam tersebut. Apakah sebagai sarana untuk membayar nazar atau mungkin ingin meminta sesuatu melalui makam itu. Sepeninggal peziarah ini, tak ada bekas darah, bulu, apalagi daging hewan yang disembelih tertinggal di makam. Tak ada bekas sapu, ataupun alat bantu yang membuat makam tersebut menjadi bersih. Haji Bas—sapaan pemilik lahan, mengaku tidak mengetahui siapa yang ada di dalam makam itu, namun sempat ada peziarah. Ia tidak sempat menanyakan siapa yang dimakamkan dan untuk apa mereka datang. Hanya sayup-sayup terdengar mereka menyebut jika dua makam itu adalah makam wali—sebutan untuk tokoh penyebar Islam. Biasanya makam yang berada di atas bukit atau berada di dataran paling tinggi dari makam umumnya, adalah orang-orang yang paling dihormati, memiliki derajat yang tinggi dan dikeramatkan. Seperti makam-makam para penyebar Islam di Pulau Jawa, selalu berada di atas bukit. Haji Bas mengakui jika sudah beberapa bulan ini tidak ada yang datang berziarah. Ini karena lahan miliknya yang di dalamnya ada dua makam “wali” telah dipagar. Sehingga tidak ada akses bagi orang-orang untuk masuk, kecuali satu pintu gerbang yang selalu tertutup. Baca Juga  Kelurahan Samapuin Dinilai, Tim Propinsi Disambut Ratib dan Tari Kreasi Di dalam lahan itu, ia mengembangkan usaha pertanian terintegrasi peternakan. Meski demikian, makam itu tetap bersih kendati tanpa ada penjaga atau siapapun yang membersihkannya. Ditutupnya akses orang untuk masuk selain menjaga keamanan juga mencegah orang-orang untuk berbuat syirik, yang menjadikan makam sebagai tempat yang bisa memberikan manfaat dan mudhorat. Ia pun berencana akan membuat atap di atas makam, serta memasang plang peringatan agar tidak meminta sesuatu apapun dari makam. “Silakan berziarah, asalkan sesuai dengan syariat agama dan untuk mengingat kematian,” pungkasnya. (SR) Adblock test (Why?)

Komentar