ProSumbawa Oleh: HUSNI, S.Pt., M.Si (Peternakan, Fakultas Teknobiologi)
Kerbau adalah ternak asli daerah panas dan lembab, khususnya di daerah belahan utara tropika. Ternak kerbau sangat menyukai air. Sisa – sisa fosil kerbau yang sekarang masih tersimpan di India (Lembah Hindus) menunjukkan bahwa kerbau telah ada sejak zaman Pliocene.
Kerbau lumpur domestikasi tampaknya berasal dari daratan China. Kerbau termasuk familia Bovidae dan sejarah mencatat telah diternakkan di India, Malaysia dan Mesir. Ternak ini berfungsi triguna: perah, daging dan ternak kerja. Kemampuannya yang menonjol adalah dapat memanfaatkan tanaman yang terkasar dan merubahnya menjadi produk ternak.
Kerbau (Bubalus bubalis) merupakan salah satu ternak ruminansia besar yang memiliki kontribusi yang cukup penting dalam pembangunan peternakan nasional. Kerbau lokal memiliki keunggulan tersendiri untuk dikembangkan karena dapat bertahan hidup dengan pakan berkualitas rendah, toleran terhadap parasit tropis serta keberadaannya telah menyatu dengan kehidupan petani di pedesaan. Kerbau yang begitu lama berkembang dan dipelihara pada agroekosistem spesifik tersebut mengalami proses seleksi alami sehingga menghasilkan tipe kerbau spesifik lokal. Oleh sebab itu, kerbau merupakan sumber gen yang khas dalam perbaikan mutu genetik, mendukung keragaman pangan pertanian, dan budaya serta efektif dalam mencapai tujuan keamanan pangan. Kerbau telah lama dikenal oleh masyarakat yang umumnya ditemukan di daerah persawahan, rawa, dan sungai. Ternak ini mempunyai peran dan fungsi strategis bagi sebagian masyarakat.
Kerbau Lumpur Doro Ncanga
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) adalah salah satu provinsi yang memiliki populasi ternak kerbau cukup tinggi. Kerbau lokal di NTB diketahui sudah beradaptasi dan berkembang dengan baik hampir disemua kabupaten, khususnya Kabupaten Dompu. Kabupaten ini dikenal sebagai daerah sentra produksi ternak kerbau di NTB. Di Dompu ternak kerbau termasuk jenis kerbau lumpur dalam bahasa daerah Bima-Dompunya Disebut “Sahe”.
Di daerah ini pemeliharaan kerbau diutamakan sebagai sumber tenaga kerja pertanian, tabungan hidup yang sewaktu-waktu dapat diuangkan jika ada kebutuhan mendesak, sebagai ternak potong penghasil daging, penghasil susu untuk pengolahan produk susu tradisional, penghasil pupuk kandang serta tambahan penghasilan keluarga melalui penjualan anak jantan dan induk tua yang anaknya sudah berhasil melahirkan keturunan baru. Meskipun peranan kerbau demikian penting, namun perhatian yang diberikan oleh pemerintah daerah masih sangat kurang dalam pengembangan populasinya, apalagi penerapan inovasi teknologi untuk meningkatkan efisiensi dalam perkawinan, penyediaan pakan, manajemen pemeliharaan dan kesehatan.
Di Kabupaten Dompu, populasi kerbau sebagian besar terkonsentrasi di padang sabana Doro Ncanga kawasan Tambora. Di padang ini umumnya kerbau dipelihara secara ekstensif dan keberadaanya jauh lebih dahulu dari pada ternak sapi. Selama ini kerbau masih menjadi ternak yang paling kurang diperhatikan dan dikembangkan serta didayagunakan secara optimal. Hal ini disebabkan oleh sistem pemeliharaannya yang bersifat ekstensif tradisional dan juga masih adanya inbreeding serta kurangnya informasi yang lengkap pada peternak mengenai kemampuan produksinya.
Padahal kerbau lumpur Doro Ncanga memiliki keunggulan tersendiri, jika dikembangkan secara optimal mampu bertahan hidup dengan pakan berkualitas rendah, toleran terhadap parasit tropis, serta keberadaanya telah menyatu dengan kehidupan petani di pedesaan. Baca Juga Rebound Lombok Sumbawa Fair 2020 Pamerkan NTB ke Pusat
Permasalahan lain dalam pengembangan ternak kerbau di Kabupaten Dompu adalah berkurangnya luasan lahan (padang penggembalaan) akibat adanya alih fungsi lahan untuk dijadikan areal pertanian (terutama tanaman tebu dan jagung). Selain itu pada tahun-tahun terakhir masyarakat peternak cenderung mengganti ternak kerbaunya dengan ternak sapi.
Ditambah lagi maraknya pengeluaran ternak illegal, serta tingginya pemotongan kerbau betina produktif yang keseluruhanya menyebabkan terjadinya penurunan populasi.
Upaya peningkatan reproduksi dan keragaman genetik kerbau lumpur di Kabupaten Dompu secara optimal dapat ditempuh melalui perbaikan reproduksi dan peningkatan mutu genetik (faktor internal) disertai perbaikan lingkungan tempat kerbau dipelihara (factor eksternal), terutama terpenuhinya kebutuhan pakan serta manajemen pemeliharaan yang baik.
Upaya peningkatan tersebut diimplementasikan melalui penggunaan bibit pejantan unggul dibarengi perbaikan dalam manajemen budidaya dalam aspek pakan, tehnik dan pengaturan perkawinan yang tepat serta manajemen peningkatan reproduksi dan perbaikan mutu genetik.
Untuk mengimplementasikan berbagai upaya peningkatan tersebut, perlu dilakukan penelitian yang berkaitan dengan karakteristik reproduksi dan keragaman genetik kerbau lumpur (Bubalus bubalis) Doro Ncanga di padang sabana kawasan Tambora kabupaten Dompu Provinsi NTB.
Kerbau di Dompu merupakan ternak ruminansia asli bagi masyarakat Kabupaten Dompu. Kerbau lumpur sebutan orang Bima-Dompu adalah “Sahe” yang memiliki keunggulan tersendiri untuk dikembangkan karena dapat-bertahan hidup dengan kualitas pakan rendah (rumput, semak-semak dan limbah jerami pertanian dalam bahasa Bima-Dompunya adalah mpori, ati atau mpori ngame dan jerami padi/ rapa fare, jerami jagung/rapa jago, jerami kedalai/rapa kedelai, jerami kacang tanah/ rapa kacang nggore atau kacang tanah, dan jerami kedalai/ rapa kadale dan jerami kacang ijo/rapa kaboe to’i yang dinamakan sisa rapa.
Kerbau lumpur Doro Ncanga dapat bertahan hidup toleran terhadap parasit tropis dan keberadaannya telah menyatu sedemikian rupa dengan kehidupan sosial dan budaya petani daerah Kabupaten Dompu.
Peran dan fungsi ternak kerbau/sahe di Dompu yang paling utama adalah dalam hal 4 yaitu : (1) ikut berpartisipasi dalam kegiatan acara adat, sunatan, pernikahan dan naik haji untuk disebelih (2) menjadikan pengambangan usaha tani ternak yang lebih tangguh dan tahan terhadap krisis moneter, (3) untuk keperluan sosial budaya dan kepercayaan masyarakat lokal serta (4) sebagai tenaga kerja, seperti membajak sawah (rawi ra ledi), sebagai alat pengangkutan hasil pertanian dan pengangkutan kayu dihutan dan di gunung.
Kerbau di Dompu dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu kerbau lumpur/sahe ndano dan kerbau sungai/sahe sori, dan yang berkembang di daerah Dompu adalah kerbau lumpur dan sebagian kecil adalah kerbau sungai
Pakan Ternak Kerbau Faktor alamiah yang menjadi penyebabnya antara lain : birahi diam, lama masa kebuntingan, rentang beranak yang jauh dan tingkat kematian yang relatif tinggi. Sedangkan faktor eksternal yang menjadi penyebabnya antara lain adalah: keterbatasan bibit unggul, mutu pakan yang rendah, perkawinan silang dalam, keterbatasan modal, dan kurangnya pengetahuan peternak mengenai produksi ternak kerbau.
Berkaitan dengan pakan, faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan bahan kering oleh ternak kerbau, antara lain : umur, fungsi fisiologis, perwatan tubuh, pertumbuhan, kebuntingan, produksi susu, beben kerja, kondisi lingkungan, kepadatan gizi dalam bahan pakan, kondisi fisik pakan, kondisi fisik kerbau, komposisi kimia pakan, kecepatan lewat pakan disaluran pencernaan, dan sistem pemberian pakannya (sendiri, kelompok, atau merumput bebas). Baca Juga Sederet Prestasi Hebat Siswa SMPN 1 Sumbawa di Bulan Oktober
Dari Pakan/ Nutrisi Kerbau Doro Ncanga “Sahe” Kekurangan pakan ternak kerbau akan menyebabkan penundaan pubertas, sedangkan kelebihan pakan akan memperpendek pubertas. Pakan yang cukup diperlukan untuk fungsi endoktrin yang normal.
Sintesis dan sekresi hormon-hormon reproduksi oleh kelenjar-kelenjar endoktrin dipengaruhi oleh tingkatan pakan yang diberikan, semakin berkualitas dan kecukupan jumlah pakan yang diberikan maka sintesis hormon akan lebih cepat. Pertumbuhan dan perkembangan organ reproduksi akan terhambat apabila hewan betina muda mengalami kekurangan pakan baik kualitas maupun kuantitasnya.
Secara umum ternak kerbau lumpur Doro Ncanga telah lama dikembangkan oleh masyarakat Kabupaten Dompu, usaha ternak kerbau dapat dilakukan untuk tujuan produksi daging, kulit dan tenaga kerja dan untuk jual pada saat kebutuhan mendesak.
Seperti diketahui bahwa ternak kerbau produktivitas ternak kerbau di Kabupaten Dompu masih relative rendah. Hal ini disebabkan oleh tingkat pengetahuan zooteknis peternak yang tergolong rendah, penyediaan pakan yang sulit terutama pada musim kemarau, penyebab utama adalah pemeliharaan ternak masih secara ekstensif tradisional.
Adanya perkawinan inbreeding yang sudah berlangsung lama terutama di daerah Kabupaten Dompu. Faktor penyebab utamanya tingkat reproduksi dan keragaman genetik serta pakan, sistem pemeliharaan kerbau di lepas di Padang penggebalaan Doro Ncanga sehingga menyebabkan asupan pakan kurang optimal.
Pemberian pakan dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya lokal disekitar peternakan kerbau tanpa penambahan pakan aditif. Dampak yang terjadi adalah kerbau tidak memperoleh kecukupan nutrisi sehingga kondisinya kurus dan bobot badannya ringan, dan akhirnya menjadi kurang produktif.
Fenomena kekurangan pakan ternak kerbau Doro Ncanga selalu muncul pada saat musim kemarau tiba, rumput di lahan penggembalaan pada mati dan kering, ternak kerbau tidak seharusnya kekurangan hijauan pakan, karena Indonesia merupakan negara agraris artinya sumberdaya alam, sumberdaya manusia serta iklim seimbang dengan jumlah penduduk dan kondisi lingkungan yang dapat diperbaharui serta dapat dimanfaatkan keberadaannya dengan baik.
Memang betul pakan hijauan untuk kebutuhan ternak kerbau merupakan faktor yang sangat penting dan sangat urgen di dalam sebuah usaha peternakan, usaha pemeliharaan ternak kerbau banyak diusahakan oleh petani kecil di wilayah-wilayah pedesaan, maka dari itu, masih banyaknya lahan kosong yang dapat digunakan untuk penanaman hijauan pakan ternak gunanya untuk mendukung kecukupan pakan ternak kerbau.
Kelompok petani ternak kerbau di Dompu (NTB) sering mengalami kendala dan hambatan terutama dalam hal penyediaan pakan hijauan pada musim kemarau, mengingat semakin terbatasnya lahan pertanian dan tempat penggembalaan ternak sehingga peternak sulit untuk mencari pakan, petani ternak mencari pakan hijuan sampai 2-5 km ke luar desa.
Keterbatasan lahan penggembalaan dan mencari pakan, akhirnya peternak cenderung untuk memanfaatkan limbah dari sektor pertanian yang pada umumnya memiliki kualitas dan nilai gizi yang rendah, untuk mempertahankan ternak kerbau yang dipeliharanya, agar produktivfitas ternak kerbau yang dipelihara diharapkan dan memberikan keuntungan yang seoptimal mungkin, walapun pakan yang diberikan tidak berkualitas baik. (SR)
Adblock test (Why?)
Komentar
Posting Komentar