Dikes Sumbawa Ungkap Strategi Penurunan Stunting Hingga Raih 4 Penghargaan

ProSumbawa SUMBAWA BESAR, samawarea.com (30 September 2021) Kabupaten Sumbawa pernah dinyatakan sebagai salah satu kabupaten dengan persentase stunting tertinggi. Hal ini terungkap dalam Rembug Stunting di Jakarta, 2018 lalu. Dengan kenyataan itu, Pemerintah Kabupaten Sumbawa melalui Dinas Kesehatan, melakukan berbagai upaya dan strategi untuk menurunkan angka stunting. Ikhtiar ini menunjukkan hasil yang luar biasa, dibuktikan dengan raihan sejumlah perhargaan. Tahun 2019, Sumbawa mendapat penghargaan sebagai Kabupaten Dengan Kinerja Terbaik Penurunan Stunting, dan Kabupaten Terinspirasi Penurunan Stunting. Selanjutnya Tahun 2020 masuk tiga besar kabupaten berkinerja baik, dan Tahun 2021 sebagai Kabupaten Pengelola Gizi Terbaik. “Semua penghargaan ini kita raih bukan kerja individu tapi kerja tim dan kerja konfergensi,” ungkap Kadis Kesehatan Sumbawa melalui Kabid Kesehatan Masyarakat (Kesmas) , dr. Hj. Nieta Ariyani yang didampingi Kasi Gizi Masyarakat, Sri Haryati S.SiT., MPH, Kamis (30/9). Disebutkan dr. Nieta—sapaannya, Tahun 2016 lalu angka stunting Kabupaten Sumbawa berdasarkan data PSG dan e-PPGBM, mencapai 19,44%. Ini merupakan persentase tertinggi dari 10 kabupaten/kota di NTB. Namun turun signifikan tahun 2017 pada angka 11,53%, dan sedikit mengalami kenaikan tahun 2018 yaitu 11,73%. Awal 2018 pihaknya mulai menggelar rapat pembentukan Pokja. Dari rapat ini melahirkan Peraturan Bupati yang kemudian terbentuk Tim Percepatan Penurunan dan Penanggulangan Stunting (TP3S). Dalam melaksanakan tugasnya, tim menjalankan 8 strategi konvergensi penurunan stunting. Baca Juga  Hadirnya Pabrik Pengolah Limbah B3 Wujudkan NTB Asri dan Lestari Diawali dengan analisis dan validitas data stunting. Data ini diperoleh dari hasil penimbangan bayi yang dilakukan petugas Puskesmas pada Bulan Februari dan Agustus. Sekarang menggunakan aplikasi e-PPGBM yang merupakan pencatatan gizi berbasis masyarakat secara elektronik. Data ini bisa diakses mulai dari kabupaten, propinsi hingga pusat. Dengan data valid yang diperoleh ini, terungkap angka stunting menurun. Ketika data sudah valid, dilakukan strategi kedua yaitu perencanaan kegiatan. Semua OPD mengirimkan rencana kegiatan plus anggarannya yang berhubungan dengan penanganan stunting. Setelah analisis data, perencanaan kegiatan, dilanjutkan strategi ketiga, rembug stunting yang di dalamnya ada penandatanganan komitmen pimpinan daerah. Strategi keempat, melahirkan Perbup tentang Kewenangan Desa. Desa mengalokasikan anggaran dan membuat regulasi. Kelima, melatih kader pembangunan manusia untuk peningkatan optimalisasi pemahaman dan pendidikan terkait upaya penanggulangan stunting. Berikutnya, manajemen data, sebagai acuan dalam mengidentifikasi kendala, apa yang dilakukan dan ditingkatkan. Strategi ketujuh, publikasi data stunting melalui berbagai media dan menjalin kerjasama dengan Diskominfotik sebagai corong pemerintah. Terakhir, melakukan review tahunan, yang kemudian dilakukan penilaian kinerja. Dengan 8 strategi atau aksi yang dilakukan ini kata Nieta, terjadi penurunan angka stunting dari 11,73% tahun 2018, menjadi 10,58% tahun 2019. Namun tahun 2020 bertepatan dengan pandemic covid, sedikit mengalami kenaikan yaitu 10,91%. Karena dengan situasi pandemic ini, menyebabkan terjadi penurunan partisipasi masyarakat untuk membawa bayinya ke Posyandu dan fasilitas kesehatan lainnya. Baca Juga  Terimakasih AKBP Herman Suyono dan Selamat Datang AKBP Heru Muslimin Dari angka 10,91% ini, paling tinggi berada di wilayah Kecamatan Orong Telu sekaligus masuk zona hitam, disusul Rhee di zona merah, serta Kecamatan Badas, Empang, Labangka, dan Lenangguar berada di zona kuning. Sedangkan kecamatan lainnya berada di zona hijau. “Alhamdulillah saat ini angka stunting di Kabupaten Sumbawa paling rendah dari kabupaten/kota lainnya di NTB. Percepatan penurunan stunting terus kami lakukan,” pungkasnya. (SR) Adblock test (Why?)

Komentar