Kisruh Perumahan “Hayatu Saida” Kian Panjang, Subkon Siapkan Tiga Langkah Hukum

ProSumbawa SUMBAWA BESAR, samawarea.com (14 Agustus 2021) Permasalahan antara Developer Perumahan “Hayatu Saida” dengan Sub Kontraktornya, kian panjang. Keduanya sama-sama menempuh upaya hukum. Pemilik perumahan Ali Saleh Hussein Abdullah—WNA asal Yaman, mempolisikan Lalu Mahsup selaku Sub Kontraktor asal Pulau Lombok NTB, dengan dugaan pencemaran nama baik. Dan laporan itu sedang diproses penyidik Reserse dan Kriminal Polres Sumbawa. Namun demikian Lalu Mahsup tak gentar dan tidak tinggal diam. Ia siap menghadapi proses hukum tersebut. Bukan hanya itu, Sub Kontraktor yang dikenal sangat gigih memperjuangkan haknya ini telah menyiapkan langkah hukum. Buktinya dia telah menunjuk seorang pengacara, Muhammad Yudi SH. Upaya hukum ini tak tanggung-tanggung, selain secara pidana, juga perdata. Untuk pidananya, Lalu Mahsup melalui pengacaranya akan melaporkan dugaan pencemaran nama baik dan dugaan tindak pidana penipuan. Sedangkan untuk perdatanya, mengajukan gugatan wanprestasi. “Dalam waktu dekat, kami akan mengajukan sejumlah gugatan ini baik pidana maupun perdata. Semua sudah kita siapkan,” kata Muhammad Yudi SH saat mendampingi kliennya, Lalu Mahsup kepada samawarea.com, Sabtu (14/8) malam. Dikatakan Yudi—sapaan pengacara muda ini, gugatan wanprestasi tersebut akan diajukan karena menilai Ali Saleh Hussein Abdullah selaku Direktur PT Jaad Worldwide Invesment yang membangun perumahan Hayatu Saida ingkar terhadap perjanjian kontrak yang ditandatanganinya dengan subkon. Dalam kontrak itu tertuang pengerjaan rumah yang dilakukan Subkon sebanyak 21 unit. Namun ketika 13 unit rumah telah dibangun, Ali selaku Direktur PT Jaad menghentikan secara sepihak pembangunannya dengan alasan tidak cukup anggaran. Hingga berakhir masa kontrak selama 90 hari, tidak ada klarifikasi ataupun komunikasi dari pemilik Hayatu Saida, terkait dengan kelanjutan pembangunan sisa 8 unit rumah. “Tidak ada klarifikasi dan komunikasi secara resmi atau adanya surat perjanjian kontrak baru, maupun teguran dari pihak PT Jaad sebanyak 3 kali kepada subkon sebagaimana isi dalam perjanjian kontrak,” ungkapnya. Selain itu juga lanjut Yudi, dalam perjanjian kontrak yang ditandatangani kedua belah pihak, tertuang dalam pasal 10 terkait sanksi dan denda pada poin 4 (empat), ungkap Yudi, sangat jelas tertulis jika pihak pertama (Ali Saleh Hussein Abdullah) sendiri yang menangguhkan pekerjaan proyek, maka harus membayar denda 10% dari nilai tahap pekerjaan yang dihentikan, dengan mempertimbangkan kewajiban pihak pertama kepada pihak kedua sesuai kemajuan pekerjaan. Baca Juga  Hutan Gundul, Mahasiswa Demo “Kami secepatnya mengajukan gugatan di PN Sumbawa untuk wanprestasi atau ingkar janji terhadap beberapa isi dari Surat Perjanjian Kontrak yang poin-poinnya dan fakta lapangannya serta saksi saksinya akan kami ungkapkan di ranah pengadilan,” tandasnya. Sementara secara pidana, Yudi melihat ada dugaan penipuan di dalamnya. Bahwa PT Jaad telah memutus kontrak secara sepihak dari semula perjanjian pembangunan untuk 21 unit rumah menjadi 13 unit rumah dengan alasan belum cukup anggaran. PT Jaad tidak memenuhi kewajibannya membayar sisa pembayaran terhadap 13 unit rumah tersebut. Ada juga perjanjian secara lisan pemilik perumahan terhadap subkon yang mengarah pada dugaan penipuan. “Kami punya saksi,” imbuhnya. Selanjutnya dugaan pencemaran nama baik. Ini terkait surat dari Kedutaan Besar Yaman kepada Gubernur NTB prihal meminta perlindungan hukum di poin 6 menyatakan bahwa kliennya (Lalu Mahsup) yang melakukan ingkar janji/wanprestasi. Ini suatu pernyataan yang gegabah karena belum ada putusan hukum yang tetap terhadap wanprestasi tersebut. “Kami menempuh jalur hukum biar kasus ini cepat selesai dan mempunyai putusan hukum yang tetap, serta akan terungkap siapa yang melakukan penipuan, pencemaran nama baik maupun melakukan wanprestasi,” pungkasnya. Ali Saleh Hussein Abdullah didampingi Kuasa Hukumnya, Afdhal Muhammad SH saat menemui Ketua DPRD Sumbawa Afdhal: Justru Subkon yang Melakukan Wanprestasi Dihubungi terpisah, Ali Saleh Hussein Abdullah selaku Direktur PT Jaad Worldwide Invesment melalui kuasa hukumnya, Afdhal Muhammad SH memberikan tanggapan. Ketika pihak Subkon masih berencana melakukan langkah hukum, justru mereka sudah melakukannya baik secara perdata maupun pidana. Untuk pidana, pihaknya telah melaporkan Lalu Mahsup selaku Subkon terkait dengan dugaan pencemaran nama baik yang berkaitan UU ITE. Sedangkan gugatan wanprestasi sudah diajukan ke PN Sumbawa pada 13 Agustus 2021 lalu. “Selanjutnya kami selaku kuasa hukum tinggal menunggu panggilan sidang dari PN Sumbawa atas gugatan terhadap Saudara Lalu Mashup,” katanya. Selain itu, lanjut Afdhal, pihaknya juga telah menemui Ketua DPRD Sumbawa, BNI Sumbawa, serta Balai Pengawasan Ketenagakerjaan dan K3 Pulau Sumbawa, untuk menyerahkan dokumen mulai dari perjanjian kontrak, bukti uang, dan gambar proyek. Dengan bukti dokumen itu saja, tegas Afdhal, justru yang melakukan wanprestasi adalah Lalu Mashup. Ini Berawal dari perjanjian kontrak kedua belah pihak pada 7 September 2020. Kemudian 20 September 2020, terjadi kesepakatan lisan antara Ali selaku pihak pertama dan Mahsup sebagai pihak kedua. Kesepakatannya, bahwa pekerjaan pembangunan perumahan itu hanya sampai 13 unit terlebih dahulu dari 21 unit sesuai kontrak. Sebab ada persoalan administrasi dengan BNI Sumbawa. Baca Juga  Mahasiswa UTS dan TNI di TMMD Bersinergi Tingkatkan Kualitas Hidup Warga KSB Selanjutnya system pembayaran dilakukan secara bertahap. Ketika tahap pertama selesai baru dibayar, demikian dengan tahap kedua dan seterusnya. Untuk tahap satu dan dua berjalan mulus, namun pada tahap ketiga mulailah Lalu Mashup selaku Subkon meminta uang di depan. Meski demikian kliennya tetap memberikan uang yang diminta tersebut. Ketika pengerjaan sudah mencapai 90 persen, Subkon (Lalu Mahsup) meninggalkan proyek tersebut begitu saja, padahal masih tersisa 10 persen yang belum diselesaikan. Kliennya sudah menghubungi Lalu Mashup meminta agar menuntaskan pekerjaannya. Namun tanpa diduga kliennya menerima somasi dari Lalu Mahsup. Dalam somasi disebutkan, Mahsup menyatakan dia diberhentikan kliennya. Kemudian proyek perumahan itu tidak ada gambar dan desain. Mahsup juga mengaku sudah membeli material untuk 21 unit tapi dikerjakan hanya 13 unit, sehingga meminta ganti kerugian. Mahsup awalnya meminta ganti rugi sebesar Rp 1 milyar, lalu turun menjadi Rp 600 juta. Setelah itu kembali turun menjadi 100 juta. “Klien kami merasa dipermainkan dengan angka-angka yang disebutkan itu. Dari awal klien kami minta bukti jika ada kelebihan pembelian material untuk 21 unit. Sampai saat ini, Lalu Mashup tidak dapat membuktikannya. Jadi yang wanprestasi adalah Lalu Mashup. Sekarang dia mencoba membalikkan fakta-fakta nya. Seolah-olah dia dizolimi yaitu diberhentikan sepihak oleh pihak pertama yang dalam hal ini klien kami,” ujar Afdhal. Saat ditanya mengapa dilakukan kesepakatan lisan sementara sudah ada perjanjian kontrak secara tertulis yang ketika ada perubahan kesepakatan harusnya di-addendum (membuat kontrak baru) ? Afdhal mengaku saat dilakukan perjanjian kontrak maupun kesepakatan lisan kedua belah pihak, Ia belum menjadi kuasa hukum PT Jaad. Dia ditunjuk menjadi kuasa hukum setelah adanya permasalahan. “Setelah ada masalah baru saya tahu, bukan dari awal. Kalau dari awal saya tahu, saya akan merapikannya,” imbuhnya. Afdhal juga mengiyakan bahwa wanprestasi mengacu pada perjanjian tertulis. Karena itu gugatan wanprestasi terhadap Lalu Mashup diajukan ke Pengadilan mengacu pada perjanjian kontrak dan bukti tertulis lainnya. (SR) Adblock test (Why?)

Komentar