ProSumbawa SUMBAWA BESAR, samawarea.com (23 Juli 2021)
Biaya Pengganti Pengolahan Darah (BPPD) atau dikenal dengan sebutan tarif darah di Unit Transfusi Darah (UTD) PMI Kabupaten Sumbawa, naik sejak 1 Januari 2020 dari Rp 307.500 per kantong menjadi Rp 448.000. Kenaikan ini bukan tanpa alasan. Sebab jika tidak dinaikkan dapat dipastikan pelayanan transfusi darah tidak berjalan dan operasional UTD PMI Sumbawa, kolaps. Ujung-ujungnya masyarakat yang menjadi korban.
Wakil Ketua II PMI Kabupaten Sumbawa, Andi Rusni SE., MM yang dihubungi belum lama ini menyatakan tidak menginginkan kondisi tersebut terjadi. Pelayanan UTD PMI harus berjalan karena menyangkut kepentingan masyarakat. Dikatakannya, kenaikan BPPD berdasarkan Surat Keputusan Ketua PMI Kabupaten Sumbawa nomor 06 Tahun 2020.
Kenaikan ini terpaksa dilakukan karena subsidi pemerintah bagi UTD PMI Sumbawa untuk Tahun 2019 dipangkas, dari Rp 1,1 milyar lebih menjadi Rp 400 juta lebih yang hanya cukup untuk biaya operasional markas PMI. Artinya, ada Rp 800 juta yang dipangkas pemerintah daerah. Padahal dalam ketentuan yang diatur Permenkes nomor 83 Tahun 2014 disebutkan bahwa pemerintah termasuk pemerintah daerah berkewajiban bertanggungjawab untuk penyediaan pembiayaan pelayanan darah.
Sebenarnya kata Andis, berbagai upaya telah dilakukan untuk menghindari kenaikan tersebut, di antaranya hearing dengan Komisi IV DPRD Sumbawa yang dihadiri Bappeda dan BPKAD Sumbawa. Kemudian rapat khusus dengan BPKAD Sumbawa untuk membicarakan tekhnis pembiayaan BPPD. Namun upaya itu tak membuahkan solusi apapun, mengingat kondisi keuangan daerah yang terbatas. Baca Juga Gubernur NTB Lantik Ketua dan Pengurus KTNA NTB
Tidak ada cara lain yang dilakukan UTD PMI selain dua cara ini yakni mengharapkan subsidi pemerintah dan menaikkan BPPD. Karena subsidi telah dicabut dengan pemangkasan anggaran UTD PMI, otomatis menaikkan BPPD menjadi jalan satu-satunya. Ketika tidak dinaikkan, maka berimplikasi mandegnya pelayanan darah. “Agar tidak mandeg, terpaksa BPPD dinaikkan,” imbuhnya.
Mengenai harga sekantong darah yang diklaim ke BPJS hanya Rp 360 ribu sehingga RSUD harus menambah Rp 88 ribu per kantong untuk membayarnya ke PMI UTD, menurut Andis, tidak saklak seperti itu karena ada asumsinya. Ketika jumlah produksi darah di UTD 12.000 per tahun maka ketentuan Rp 360 ribu per kantong dibenarkan. Kenyataan yang ada, UTD PMI Sumbawa hanya memproduksi 5.500 kantong per tahun berada di bawah 50 persen dari ketentuan yang ada.
Kemudian mengenai tagihan UTD PMI sebesar Rp 448 ribu ke RSUD Sumbawa melebihi klaim BPJS senilai Rp 360 ribu per kantong, Andis perlu meluruskannya. Dijelaskannya, bahwa system pengklaiman RSUD ke BPJS tidak berdasarkan tindakan dokter dan rumah sakit, tapi berdasarkan diagnosa dokter tentang penyakit pasien. Yang sebenarnya adalah, klaim rumah sakit ke BPJS menggunakan system paket.
“Misalnya pasien A sakit tipus sudah ada ketentuan kalau penyakit itu dibayar BPJS sebesar Rp 3,8 juta. Mau apapun tindakannya apakah pakai darah atau tidak dan segala macamnya, tetap bayarnya segitu. Ada penyakit yang riel biayanya 2 juta, tapi tetap dibayarkan BPJS sebesar 3,8 juta. Itu gag masalah karena sistemnya cost sharing, dan saling menutupi,” jelasnya. Baca Juga Kades Lamenta Menobatkan Tim PETANG Sebagai Tamu Kehormatan
Ia menyayangkan persoalan harga ini baru dipermasalahkan sekarang dengan dalih harus menambah Rp 88 ribu per kantong. “Kenapa dulu tidak dipersoalkan malah menyatakan harga itu tidak ada masalah. Ini memberikan kesan seolah-olah kami tidak berprikemanusiaan,” sergahnya.
Berikutnya terkait ketersediaan darah yang tidak mampu dipenuhi UTD PMI untuk pasien RSUD Sumbawa. Andis mengatakan persoalannya bukan di situ melainkan jumlah pendonor yang masih berada di bawah 2% dari jumlah penduduk Sumbawa sebagaimana ketentuan WHO.
Ini terletak dari kesadaran masyarakat untuk mendonorkan darahnya yang masih rendah. Dan perlu diketahui, RSUD setiap bulannya mengembalikan rata-rata 40—50 kantong darah kepada PMI. Artinya ketersediaan darah untuk pasien RSUD surplus. (SR)
Adblock test (Why?)
Komentar
Posting Komentar