ProSumbawa SUMBAWA BESAR, samawarea.com (4/12/2020)
Beda lembaga survey terkadang beda juga hasilnya. Belum lama ini Pusat Polling Indonesia (Puspoll Indonesia) hasil survei Pilkada Kabupaten Sumbawa 2020. Pada survey yang dilaksanakan akhir Oktober 2020 itu, menyebutkan pasangan Drs. H. Mahmud Abdullah—Dewi Noviany M.Pd (Mo-Novi) menempati posisi teratas dengan 24,3% disusul pasangan Ir. H. Syarafuddin Jarot MP—Ir. H. Mokhlis M.Si (Jarot—Mokhlis) di urutan kedua dengan 21,4 persen. Namun hasil survey terakhir MY Institute bekerjasama dengan Olat Maras Institut (OMI) yang dirilis Jumat, 4 Desember 2020 sore tadi, sangat jauh berbeda. Pasangan Jarot Mokhlis justru berada di posisi paling buncit dengan raihan 14,8%. Mo-Novi berada di posisi teratas dengan 32,1%, Talif Sudir 22,3%, Husni Ikhsan 15,4%, dan Nursalam 15,4%. Padahal metode dan rumus survey yang digunakan sama.
Menjawab hal itu, Miftahul Arzak selaku Ketua Pelaksana Survey MY Institute didampingi Peneliti, Ramlafatma dan Yadi Satriadi, Jumat (4/12), menyatakan bahwa hasil survey MY Institute
yang didapatkan itu benar-benar secara metodologis dan sudah standar baku. “Hasil yang kami dapatkan seperti itu tidak menjustifikasi atau mendiskreditkan lembaga survei lain. Yang kami lakukan ini sudah benar-benar secara metodologis,” jelasnya.
Ia tidak menyangkal hasil survey lembaga satu dengan lainnya berbeda. Menurutnya, ada beberapa alasan di antaranya waktu melakukan survey. Misalnya Puspoll Indonesia, harus dicek kapan melakukan survei apakah November atau bulan sebelumnya. Kemudian dilihat secara metodologis dan secara penyebaran. “Ada beberapa alasan yang membuat paslon itu dominan hasilnya. Itu ketika persebarannya yang dia sebarkan kepada titik-titik yang dianggap itu sebagai basisnya. Tapi kami tidak bisa menyampaikan lebih detail tentang apa yang dilakukan oleh rekan-rekan lembaga survei yang lainnya karena saya tidak tahu dapur mereka,” ujarnya. Baca Juga Pungutan Desa Adat Kena Saber Pungli, Ini Solusi Koster-Ace
Dalam melakukan survey, ungkap Miftah, MY Institute dan OMI tidak memandang itu basis siapa. Mereka juga tidak mengenal respondennya, siapa orangnya, rumahnya dimana dan jenis kelaminnya apa. Namun yang jelas, survey yang dilakukannya sama seperti survey pada Pilgub NTB 2018, hasilnya tak jauh beda dengan real count. Demikian dengan Pileg 2019 meski tidak dirilis, tapi hasilnya tidak meleset. “Melalui survey ini kami tidak menyebutkan siapa pemenang Pilkada. Kami hanya mengungkap ini murni hasil di lapangan yang kami dapatkan. Kami juga siap jika ada lembaga-lembaga survei lain yang mungkin membandingkan datanya dengan data lembaga kami. Kami siap membandingkan hasil survey, siap untuk membandingkan angka, siap membandingkan metodologi dan siap diskusi terbuka terkait hasil survei kami ini,” tandasnya. (SR/Adv)
Let's block ads! (Why?)
Komentar
Posting Komentar