ProSumbawa SUMBAWA BESAR, samawarea.com (9/7/2020)
Saat ini Kejaksaan Negeri Sumbawa masih menunggu hasil putusan banding atas putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Sumbawa terhadap kasus penyelundupan barang impor (pakaian rombengan) dengan terdakwa MT—narkhoda kapal motor “Rahmat Ilahi”. Upaya banding ini dilakukan kejaksaan, karena barang bukti kapal motor yang digunakan untuk mengangkut barang ilegal, tidak dirampas oleh negara. Majelis hakim memutuskan kapal motor itu dikembalikan kepada pemiliknya, Hj. Srianti Banong.
Reza Safetsila Yusa SH selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang ditemui di ruang kerjanya, Rabu (8/7/2020) mengakui upaya banding tersebut. Ini terkait dengan putusan majelis hakim PN Sumbawa. Dalam putusan itu hakim menyatakan terdakwa MT terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “mengangkut barang impor yang tidak tercantum dalam manifes”. Majelis menjatuhkan pidana terhadap terdakwa MT dengan pidana penjara selama 1 tahun dan denda sebesar Rp 50.000.000. Jika denda tidak dibayar akan digantikan dengan pidana kurungan 1 bulan. Majelis hakim juga memutuskan satu unit Kapal Motor KLM Rahmat Illahi GT 17 dan sejumlah barang bukti lainnya dikembalikan kepada pemiliknya, saksi Hj Srianti Banong. Sedangkan barang bukti sebuah bendera kapal Negara Timor Leste, dan 500 karung pakaian bekas (rombengan) dirampas oleh negara untuk dimusnahkan. Putusan ini diterima oleh terdakwa, sedangkan JPU setelah pikir-pikir menyatakan banding.
Reza—sapaan JPU yang juga Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Sumbawa ini, menyebutkan beberapa alasan pengajuan banding ini. Di antaranya pidana kurungan 1 bulan jika terdakwa tidak membayar sebesar Rp 50 juta. Menurut Reza, ini tidak mencerminkan rasa keadilan dan tidak menjadikan efek jera terhadap terdakwa. Sebab perbuatan terdakwa yang telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “mengangkut barang impor yang tidak tercantum dalam manifes”, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 102 Huruf a Undang-undang RI Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, merupakan penyelundupan di bidang impor yang dapat mengakibatkan kerugian negara dan terganggunya sendi-sendi perekonomian negara.
Keberatan lainnya adalah soal barang bukti salah satunya Kapal Motor “KLM Rahmat Illahi” yang dikembalikan kepada pemiliknya, Hj Srianti Banong. Reza menilai pengembalian barang bukti itu tidak tepat dan tidak sebagaimana mestinya. Pasalnya, Secara terang dan jelas dan telah dibuktikan dalam persidangan merupakan alat atau sarana yang digunakan oleh terdakwa selaku nakhoda kapal KLM Rahmat Illahi GT 17 pada tanggal 15 Oktober 2019–20 November 2019 untuk mengangkut 500 karung pakaian pakaian bekas (rombengan) dari wilayah Negara Timur Leste ke wilayah Negara Indonesia tepatnya di sekitar perairan Pulau KeramatKecamatan Utan, Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat, tanpa dilengkapi dengan dengan dokumen manifest. Seharusnya majelis hakim menyatakan barang bukti tersebut dirampas untuk negara. Ini mengacu pada pasal 109 ayat (2) UU RI No. 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, mengatur “Sarana pengangkut yang semata-mata digunakan untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 dan Pasal 102A, dirampas untuk negara”. “Harusnya majelis hakim mempedomani dan menerapkan ketentuan pasal 109 ayat (2) tersebut,” imbuhnya.
Sementara barang bukti berupa 500 karung pakaian bekas (rombengan), JPU sependapat dengan majelis hakim yang dalam amarnya menyatakan dirampas untuk dimusnahkan. Hal ini telah sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas. (JEN/SR)
Let's block ads! (Why?)
Komentar
Posting Komentar