ProSumbawa Oleh: Ubaidullah (Staf Pengajar UNSA dan Ketua Umum DPW PDRI NTB)
OPINI, 17 Juli 2020
Memajukan pendidikan bangsa dan mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan amanah konstitusi yang harus dijalankan dengan baik dan tepat. Salah satu indikator kemajuan suatu bangsa adalah dengan mengkustruksikan masyarakatnya menjadi masyarakat yang cerdas, pintar, dan memiliki kompetensi yang baik. Untuk menjadikan dan mewujudkan masyarakat Indonesia yang demikian, tentu dengan membangun system pendidikan yang baik. Baik dari sisi infrastrukturnya, sumber daya manusia, anggaran, dan fitur-fitur lain yang menjadi pendukung peningkatan kualitas pendidikan kita.
Untuk memajukan pendidikan ini, tentu harus didukung anggaran. Anggaran harus dijadikan barometer oleh pemerintah dalam membantu institusi-institusi pendidikan baik dari tingkat anak-anak, dasar, menengah, dan perguruan tinggi. Beberapa permasalahan yang dihadapai dunia pendidikan kita antara lain; Infratruktur yang belum memadai (gedung, jaringan telekomunikasi, buku, dan bahan ajar), sumber daya manusia (guru yang kurang terlatih, masih ada yang belum sarjana, masih belum kompeten), kurikulum, dan anggaran. Apalagi saat pandemi ini, tentu menambah keruwetan dalam dunia pendidikan kita. Seperti daerah-daerah terisolir, belajar online, during, dan luring tentu mengalami kesulitan akses dan sebagainya.
Dalam kontek ini seorang pengamat pendidikan Najeela Shihab menjelaskan terkait dengan kondisi sistem pendidikan Indonesia sedang dalam kondisi gawat darurat karena banyak masalah yang menumpuk. Pertama, akses. Masih banyak sekali kesulitan akses, masih banyak anak yang sebetulnya putus sekolah atau tidak mendapatkan pendidikan yang harusnya mereka dapatkan. Kedua, masalah kualitas. Menurutnya, anak-anak yang bersekolah pun belum tentu mendapatkan kualitas pembelajaran sebagaimana seharusnya. Sedangkan ketiga, yakni masalah kesenjangan. Di semua murid semua guru, pada saat kita bicara integrasi fisik kita ingin pemerataan pendidikan. Dan persoalan-persoalan lain yang krusial, menjadi home work pemerintah untuk segera dituntaskan. Kompleksitas yang dihadapi dunia pendidikan kita hari ini harus mampu dijadikan sebagai cerminan dalam menelorkan kebijakan-kebijakan agar mampu menjadi win-win solution dalam mengentaskan ketimpangan dalam bidang pendidikan.
Sebuah kabar gembira yang tentunya harus kita apresiasi dan dukung, merupakan jawaban dari banyaknya persoalan yang dihadapi dunia pendidikan kita yaitu kebijakan baru menteri pendidikan dan kebudayaan (Kemendikbud), tentang peraturan menteri atau Permendikbud Nomor 20 tahun 2020 terkait dengan pembebasan UKT di perguruan tinggi, adanya bantuan operasional sekolah (BOS) khusus daerah terpencil/afirmasi dan bantuan operasional sekolah (BOS) kinerja. Policy atau kebijakan ini, tentu sangat strategis agar segera diaplikasikan dan diimplementasikan dengan baik sehingga tepat sasaran.
Kebijakan baru ini mampu meringankan beban sekolah-sekolah yang berada di daerah terisolir, apalagi sekolah swasta yang secara operasionalnya kurang. Hal ini sebuah keniscayaan bagi pemerintah dalam memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat di bidang pendidikan. Apalagi di tengah covid 19 yang telah melahirkannya dampak nyata bagi dunia pendidikan. Perlu dipahami bahwa terdapat dua kriteria sekolah yang berhak mendapatkan bantuan tersebut. Pertama, berada di wilayah terpencil atau terbelakang, kondisi masyarakat adat yang terpencil, perbatasan dengan negara lain, dan terkena bencana alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat lainnya (sesuai Permendikbud No. 23 / 2020, Kepmendikbud No. 580 / 2020, dan Kepmendikbud No. 581 / 2020). Kedua, diprioritaskan untuk sekolah dengan proporsi siswa dari keluarga miskin lebih besar, sekolah yang menerima dana BOS Reguler lebih rendah, dan sekolah yang memiliki proporsi guru tidak tetap lebih besar (sesuai Permendikbud No. 24/2020 dan Kepmendikbud No. 582/2020).
Spesifikasi kriteria dari BOS Afirmasi dan BOS Kinerja ini sangat tepat, karena difokuskan untuk sekolah yang paling membutuhkan dan terdampak pandemi COVID-19. Adapun ketentuannya adalah untuk sekolah negeri dan swasta (SD, SMP, SMA, SMK, SLB) yang paling membutuhkan, dana bantuan sebesar Rp 60 juta per sekolah per tahun, dan dana disalurkan langsung dari Kementerian Keuangan ke rekening sekolah. BOS Afirmasi dan BOS kinerja dapat digunakan untuk kegiatan yang sama dengan BOS Reguler selama masa pandemi COVID-19. Rinciannya antara lain: pembayaran guru honorer, pembayaran tenaga kependidikan jika dana masih tersedia, belanja kebutuhan belajar dari rumah seperti pulsa, paket data, layanan pendidikan daring berbayar, dan belanja kebutuhan kebersihan terkait pencegahan COVID-19 seperti sabun, pembasmi kuman, dan penunjang kesehatan lainnya. (Konpers Kemdikbud tahun 2020).
Membaca lebih detail kebijakan menteri pendidikan di atas, tentu angin segar untuk segera diterapkan, karena memang situasi dan kondisi yang menuntut kita untuk segera malakukan terobosan-terobosan baru yang pro terhadap kepentingan rakyat-rakyat kecil terutama di polosok negeri, dalam memajukan pendidikan di negeri ini. Kebijakan baru ini mudah-mudahan tidak menjadi kebijakan sementara, karena akan berdampak sistemik pada lahirnya sebuah perubahan transpormatif dalam dunia pendidikan. Dengan terbitnya keputusan ini, maka sekolah-sekolah yang masuk kategori siap-siap menyambut kabar gembira ini, agar segera berbenah dan meningkatkan kualitas belajar dan mengajarnya. (*)
Let's block ads! (Why?)
Komentar
Posting Komentar