Penderitaan Amri, Bocah Terserang Tumor Mata: Sakit Luar Biasa, Menangis Air Mata Darah

ProSumbawa SUMBAWA BESAR, samawarea.com (27/5/2020) Tiada hari tanpa sakit yang dirasakan Amri Zuhairi. Tangisan menyayat hati balita berumur 2 tahun 6 bulan ini selalu terdengar dari rumah sederhana tidak jauh dari Jembatan Brang Bara, Kelurahan Brang Bara, Kecamatan Sumbawa, Kabupaten Sumbawa. Rasa sakit yang dialaminya baru dirasakan dalam beberapa minggu belakangan ini meski sakitnya sudah berlangsung selama setahun. Sebab beberapa minggu belakangan ini, bola matanya terdorong keluar dan terjadi pembengkakan akut. Tidak ada jalan lain yang dilakukan Abdul Manan dan Musihani untuk menghibur dan menghentikan tangisan malaikat kecil tersebut agar melupakan sementara rasa sakit yang dialaminya. Kepada media ini, Musihani menuturkan kronologi sakit yang dialami putra ketiganya ini. Bermula ketika Amri bermain sepeda bersama temannya di luar rumah. Saat bermain, Amri tanpa pengawasan, karena ibunya sibuk menjaga dagangan kecil-kecilan di depan rumahnya, sedangkan ayahnya, Abdul Manan mencari nafkah sebagai tukang ojek. Amri pun terjatuh dari sepeda kecil beroda tiga dan pelipis matanya membentur tanah. Itu terjadi pada Bulan Mei 2019 lalu. Awalnya tak ada dampak berarti dari kecelakaan itu. Namun seminggu kemudian, mata Amri mulai merah dan membengkak. Melihat mata anaknya ini, Musihani membawanya ke dokter untuk dilakukan pemeriksaan secara medis. Dokter mengatakan itu hanya sakit mata biasa. Tapi sakit mata Amri ini berlangsung hingga satu bulan. Bahkan di kelopak matanya terdapat gumpalan darah. Hal ini memaksa mata Amri harus dioperasi untuk mengeluarkan gumpalan tersebut. Saat operasi pertama ini, diduga saraf mata Amri putus. Berbekal BPJS kelas III yang ditanggung pemerintah, Amri pun dirujuk ke rumah sakit di Mataram. Sayangnya, rumah sakit di Mataram belum bisa menangani Amri karena keterbatasan alat. Kemudian Amri dirujuk ke Rumah Sakit Sanglah Bali untuk melakukan operasi. Selama penanganan dari Sumbawa hingga Bali, Amri dan orang tuanya didampingi Ibu Jamila—sukarelawan yang tinggal di Kelurahan Brang Biji. Ini juga atas rekomendasi dari pihak kelurahan. Sebab pihak kelurahan sangat mengetahui sepak terjang Ibu Jamila yang mendedikasikan hidupnya untuk menolong orang lain tanpa pamrih. Ibu Jamila Bergerak secara mandiri tanpa organisasi yang menaunginya. Berkat Ibu Jamila, keberangkatan ke Bali termasuk biaya hidup selama dalam perjalanan dan menetap sementara di Bali, tertangani. Ibu Jamila berusaha mendapatkan dana dengan mengajukan proposal ke Pemda Sumbawa, DASI NTB, hingga BAZNAS. “Saya juga menghubungi teman-teman sekolah untuk mau berderma, dan sebagian dari sumbangan anak-anak saya,” kata Jamila saat ditemui samawarea.com. Setibanya di Sanglah Bali melalui penerbangan dari Lombok–Denpasar, Amri ternyata tak bisa dioperasi. Pihak medis setempat beralasan usia Amri belum cukup untuk ditangani secara operasi. Minimal usianya 5 tahun untuk operasi penyambungan saraf mata. Sementara usia Amri saat itu baru 2,5 tahun. Tapi dokter di sana membesarkan hati orang tua Amri, dengan mengatakan pembengkakan di mata Amri makin lama kian mengecil. Dalam perjalanan waktu, bukannya mengecil malah mata Amri semakin besar dan kelopak matanya menonjol keluar serta menggantung. Ditambah lagi munculnya benjolan di bawah telinga. Artinya, kondisi Amri semakin parah. Saat itulah Amri mulai merasakan sakit yang amat sangat. Setiap waktu tangisannya selalu terdengar tetangga. Semua merasa iba dan berusaha ingin menolong namun tak kuasa. Penderitaan Amri bertambah. Sebab sejak Januari 2020, pemerintah mencoret namanya beserta orang tua dan kakak-kakaknya dari tanggungan BPJS. Tidak diketahui alasannya, hanya yang diketahui bahwa terjadi pengurangan jumlah peserta BPJS karena keterbatasan anggaran pemerintah. Meski demikian tekad Manan dan Musihani untuk menyembuhkan buah hatinya ini sangat besar kendati di tengah keterbatasan ekonomi. Dengan uang hasil ngojek dan jualan kecil-kecilan, Amri selalu dibawa control ke puskesmas hingga rumah sakit sebagai pasien umum. Hanya untuk membersihkan mata Amri. Pasalnya setiap Amri menangis, bukannya air mata yang keluar tapi darah. “Saya tidak tega kalau Amri nangis, yang keluar darah,” timpal Bibi Amri. Kondisi Amri yang kian memburuk menggerakkan hati semua pihak. Sebab tidak ada jalan lain untuk menangani Amri kecuali melalui jalan operasi. Tentunya membutuhkan biaya yang cukup besar. Sementara Amri tak tertanggung BPJS. Para pemuda Brang Bara pun melakukan penggalangan dana dengan cara turun ke jalan dan membuka dompet peduli. Di bagian lain, Rumah Zakat menginisiasi kolaborasi para sukarelawan yang dinamakan “Peduli Adek Amri”. Sukarelawan ini berasal dari latar belakang yang berbeda. Ada dari Rumah Zakat, TAGANA, wartawan, birokrat, dan Ibu Jamila sendiri ikut bergabung guna memudahkan koordinasi. Tekadnya hanya satu bagaimana Amri secepatnya dioperasi. Para sukarelawan ini berbagi peran, mulai dari menyiapkan berkas administrasi, melakukan lobi-lobi, termasuk menyegarkan kembali BPJS Amri dan keluarganya. Tak hanya itu persiapan pemberangkatan ke Bali juga disiapkan. Mulai dari ambulance, surat izin, hasil rapid test Amri, orang tua dan pendamping juga sudah ready. Amri bersama orang tua dan para relawan yang difasilitasi Kapolres Sumbawa melalui Kepala Subsektor Kota, IPDA M Yusuf membantu mobilisasi Amri menuju RSUD Sumbawa Koordinator Rumah Zakat NTB, Repi S mengatakan, sesuai arahan dokter, secepatnya Amri harus dirujuk ke Rumah Sakit Sanglah Bali untuk dilakukan operasi. Dengan gotong-royong semua pihak, ungkap Repi, semua kebutuhan mulai dari Sumbawa hingga ke Bali termasuk biaya hidup dan lainnya sudah siap. Dari hasil komunikasi dengan Kepala BPJS Sumbawa, kartu BPJS Amri dan keluarganya akan aktif 1 Juni 2020 ini. “Penanganan Amri tidak boleh ditunda, segera berangkat ke Sanglah Bali untuk dilakukan operasi,” kata dr Asri Setiawati, SPAM—Dokter Spesialis Mata RSUD Sumbawa yang ditemui samawarea.com di ruang kerjanya. Dokter Asri mengaku pernah menangani Amri. Hasil CT-scan, ternyata Amri terserang penyakit Retino Blastoma yaitu kanker atau tumor yang menyerang retina yang berada di bagian belakang dinding bola mata. Penyakit ini diakui dr Asri cukup jarang terjadi di antara tumor lainnya. Tapi tumor mata ini banyak dialami oleh anak-anak. Dan juga Retino Blastoma yang dialami Amri adalah kasus pertama yang ditemukannya di Sumbawa. “Ini tumor ganas dan harus segera dirujuk di Rumah Sakit Sanglah Bali. Pemeriksaannya banyak sekali, karena harus dipastikan tumor ini sudah menyebar atau belum. Selain itu dilakukan kemotraphy dan lainnya. Pemeriksaan seperti itu tidak bisa dilakukan di sini (Sumbawa), selain harus didukung sejumlah dokter ahli baik dokter anak yang ahli kanker, ahli bedah syaraf dan dokter lainnya, juga oleh rumah sakit yang memadai. Fasilitas di sana lengkap, ada juga rumah singgah. Semoga di sana berjalan lancar dan tertangani dengan baik,” harapnya. (JEN/SR) Let's block ads! (Why?)
http://dlvr.it/RXSp9h

Komentar